Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengeleminir Radikalisme Pendidikan

25 Mei 2018   22:48 Diperbarui: 25 Mei 2018   22:49 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 Radikalisme bisa menimpa siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Tidak peduli anak anak, remaja, orang dewasa, tidak pandang mereka miskin atau kaya, tidak pandang mereka kelompok elit ataupun rakyat jelata. Radikalisme lebih banyak disebabkan oleh adanya faham atau pemikiran yang sempit terhadap suatu fenomena. 

Oleh sebab itu radikalisme alan bisa ditelan atau dieliminir bahkan dihilangkan hatus diawali dati pembinaan atau bimbingan cara pandang atau cara fikir terhadap suatu fenomena. Nur Syam ( 2009) dalam buku Tantangan Multikulturalisme Indonesia memiliki analisis yang cukup menarik bahwa untuk melahirkan cara pandang yang tepat perlu belajar dari ideologi ahlussumah wal jamaah atau NU yang dicirikan dengan empat hal;

 Pertama, tawasuth ( moderat). Doktrin ini mengajarkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk melaksanakan suatu aktivitas tetapi sebebas apapun manusia masih dibatasi oleh kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Artinya dapam meraih keuksesan, manusia wajib ihtiyar secara optimal tetapi jangan lupa bahwa Allah swt juga ikut menentukan keberhasilan. Setelah berusaha manusia wajib berdoa dan pasrah kepada Allah swt.

 Kedua, tawazun ( keseimbangan). Doktrin ini mengajarkan bahwa manusia dalam memandang suatu realitas tidak boleh bersifat ektrem baik kekiri atupun ke kanan. Artinya manusia yang bauk tidak terlalu berlebihan pada saat senang atau benci kepada sesuatu. Hal ini didasarkan asumsi bahwa sebaik baik menurut pandangan manusia belum tentu baik menurut Allah swt, sebaliknya sejelek jelek dalam pandangan manusia juga belum tentu jelek menurut Allah swt.

 Ketiga, i'tidal ( keadilan). Doktrin ini mengajarkan bahwa diantara sesama manusia harus saling memberikan kepercayaan dan kepercayaan yang dibangun harus memberikan peran secara proporsional. Dunia akan cepat hancur jika masing masing elemen tidak memiliki kesadaran untuk melaksanakan peran masing masing secara proporsional.

 Keempat, tatharruf ( universalisme). Doktrin ini mengajarkan Setiap manusia agar lebih mengedepankan pemahaman Islam yang bersifat universal ( global/ umum). Kebenaran Islam dilihat dari norma norma yang bersifat umum seperti keadilan, kemanusiaan, keselamatan dan kesejahteraan.

 Menurut M. Saekan Muchith, dalam Buku Pembelajaran Kontekstual (2008: 2-3), dari perspektif pendidikan, salah satu cara mengeleminir radikalisme bisa ditempuh dengan pola pembelajaran Kontekstual yaitu pola pembelajaran yang ditekankan kepada upaya pemberdayaan siswa bukan penindasan secara intelektual, sosial maupun budaya. Guru kadangkala terjebag kepada sifat penindasan daripada pemberdayaan siswa pada saat proses pembelajaran. persepsi guru yang sok pinter, menganggap siswa tidak mengerti apa apa atau bodoh akan menyebabkan potensi besar melakukan penindasan kepada siswa. dari sinilah yang melahirkan radikalisme atau kekerasan dalam pendidikan baik yang menyangkut kekerasan secara intelektual, psikologis, sosial dan budaya.

 Langkah berikutnya yang bisa dilakukan untuk mengeliminir atau membendung gerakan radikalisme dalam pendidikan adalah dengan cara memperkuat pola jaringan kerjasama internal sekolah dan jaringan eksternal antara sekolah dengan masyarakat dan orang tua siswa. Kerjasama internal adalah kerjasama yang rapi dan kompak antara pimpinan kepada guru, antar sesama guru dalam menghadapi, memahami dan menyelesaikanersoapan siswa. 

Lengkah langkah yang dilakukan antara guru satu dengan lainnya, antara pimpinan satu dengan yang lain harus singkron sehingga tidak muncul kesan berbeda beda dalam melihat persoalan siswa. Kerjasama antar sekolah dengan masyarakat dan orang tua adalah pola koordinasi secara rutin dan sistematis jika terdapat persoalan yang muncul. Kerjasama dilakukan sesuai dengan jenis problem dan kepentingan yang ada, dan kerjasama tidak hanya dilakukan dalam konteks memberikan solusi atas persoalan yang muncul tetapi juga harus dilakukan dengan tujuan antisipasi atau pencegahan mumculnya persoalan dalam pendidikan.

Ada kesan sekolah atau pendidikan dipinggirkan dalam artian jika ada persoalan yang muncul, semua sebab musabab dianggap hanay dari kelemahan elemen elemen yang ada di sekolah. Akibatnya semua elemen menumpakan penyelesaian persoalan seakan akan menjadi tugas dan tanggung jawab sekolah. 

Sekolah atau lembaga pendidikan merupakan open system yaitu suatu sistem tata organisasi yang sangat terbuka sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh pihak pihak luar. Artinya apa yang terjadi di dalam sekolah atau lembaga pendidikan terdapat faktor dominan dari pihak luar pendidikan. Oleh sebab itu dalam penyelesaiannya juga harus bersifat utuh dan komprehensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun