Meski Varun Batra keberatan, namun sang istri tetap bersikukuh bahwa sosok makhluk kecil yang berdetak dalam rahimnya dengan alasan apapun tidak boleh dibunuh. Â
Penulis tidak berbicara dari sudut agama, khususnya Islam, lantaran jika ada kasus semacam ini bisa saja hukumnya beragam. Bisa jadi ada yang mengharamkan karena sperma tertukar itu masuk kategori zina seperti halnya menggunakan bank sperma, atau bisa jadi ada yang membolehkan dengan pertimbangan membunuh janin yang hidup itu berdosa.
Tapi dalam bahasa kemanusiaan, apapun alasannya, membunuh janin yang sudah berdetak jantungnya itu tidak diperbolehkan. Dari satu sisi, film ini mengkritik tentang maraknya aborsi yang dilakukan baik di India ataupun di Indonesia.
Bahkan, beberapa hari lalu, praktik dokter aborsi di Jakarta berhasil dibekuk polisi. Alasan para tokoh dalam film "Good Newws" memilih tidak mengaborsi janinnya karena alasan kemanusian dan naluri keibuan merupakan kritikan tajam terhadap pelaku aborsi. Ide aborsi dari dokter yang diamini oleh Varun Batra, ternyata ditolak mentah-mentah oleh Deepti Batra.Â
Alasannya, karena membunuh janin adalah perilaku biadab apapun alasannya. Tentu hal ini bisa saja menjadi kritik sosial bagi pasangan luar nikah yang ingin menggugurkan kandungan lantaran belum siap menikah.
Sikap tidak gentle seperti itu bahkan lebih besar ditunjukkan oleh para lelaki yang kerap kali memaksa pasangannya (pacarnya) untuk menggugurkan kandungannya karena alasan belum siap menikah atau malu dengan keluarga. Adegan  ini bagi penulis sangat menampar praktik semacam itu.
Entah karena sperma tertukar, atau karena hubungan gelap diluar nikah, membunuh janin yang sudah ditiupkan ruh merupakan sebuah kejahatan. Tindakan diluar nalar akal sehat dan masuk kategori kriminal. Hal ini tidak dibenarkan dengan pandun norma apapun. Kecuali ada kondisi tertentu yang masuk dalam keadaan kahar atau diluar kewajaran.
Lalu adegan lain yang cukup menohok adalah dimana suami yang seakan tidak memperhatikan istri saat hamil. Varun Batra lagi-lagi menunjukkan gejala sosial semacam itu. Saat istrinya sedang hamil (karena sperma tertukar) ia malah tidak pernah memperhatikan kondisi istrinya sama sekali.
Sampai suatu ketika sang istri berkata "Kau tidak akan pernah merasakan hamil. Badanku sakit semua, aku tidak bisa maka makanan favoritku, aku sakit tidak bisa minum sembarang obat karena membahayakan janin, mood-ku berubah-ubah, lalu kau diam saja dan akan menyerahkan anak ini kepada orang lain. Karena kau tidak merasakannya maka kau meremehkan apa yang aku rasakan," kata Deepti kepada suaminya.
Meski dalam film ini konteksnya adalah sperma yang tertukar, namun, pesan yang disampaikan oleh Deepti Batra sesungguhnya ditujukan kepada suami yang istrinya sedang hamil. Ia mengeluarkan uneg-unegnya jika hamil itu tidak mudah.
Apalagi nanti jika proses melahirkan, maka sang ibu menggantungkan nyawanya demi anaknya. Lagi-lagi pesan semacam ini menohok, terutama bagi suami yang tidak memikirkan nasib istrinya yang sedang hamil. Sebab, keadaan tersebut bukan keinginan istri melainkan kondisi alamiah seseorang yang sedang hamil.