Mohon tunggu...
Muchammad Nasrul Hamzah
Muchammad Nasrul Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Asli

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Mendongkrak Sektor Pariwisata dengan Merangkul Industri Film India

28 Desember 2019   02:02 Diperbarui: 28 Desember 2019   20:46 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Swiss Merupakan Negara yang Kerap dipakai syuting film India| Foto: dw.com

Pantai Tanjung Tinggi, di Provinsi Bangka Belitung, mendadak menjadi ikon pariwisata terkemuka di Indonesia. Hal ini, menyusul kesuksesan film "Laskar Pelangi" garapan sutradara ternama Riri Riza pada tahun 2008 silam.

Film yang diangkat dari novel spektakuler karya Andrea Hirata itu, banyak mengeksplorasi lokasi indah di Belitung yang selama ini tak pernah terekspose ke publik. Sontak, usai "Laskar Pelangi" laris manis di pasaran, lokasi wisata dan tempat ikonik dalam film itu jadi jujugan wisatawan.

Sama halnya, nama Gereja Ayam di Yogjakarta yang sebelumnya tak begitu lantang terdengar, tiba-tiba melambung namanya, lantaran digunakan sebagai bertemunya dua sejoli Cinta dan Rangga dalam film "Ada Apa Dengan Cinta 2".

Lokasi ikonik lain di Yogjakarta termasuk kuliner khasnya sengaja diangkat untuk merekam bagaimana kekayaan wisata Indonesia dalam sebuah film.

Disadari atau tidak, film memiliki daya "sihir" dalam mendobrak dunia pariwisata. Salah seorang konsultan pariwisata film dari Selandia Baru, Stefan Roesch, mengakui jika kesuksesan film "The Lord Of The Rings" mendongkrak kawasan wisata bernama "Matamata". Desa itu  dikreasi sebagai tempat tinggal para hobbit.

Tak kurang dari 300 ribu pengunjung, kata Stefan berwisata ke lokasi itu untuk menikmati pengalaman menjajal desa hobbit sebagaimana yang wisatawan bayangkan dalam film trilogi tersebut.

Kekuatan "sihir" film dalam mendongkrak pariwisata juga terjadi di industri Bollywood. Jika mereka mengambil gambar di dalam negeri maka berbagai lokasi ikonik seperti kawasan Kashmir hingga Manali menjadi favorit dalam pengambilan gambar. 

Dari titik inilah penulis hendak melakukan analisa bagaimana film India mampu memberi "sihir" dalam mendongkrak pariwisata yang justru tidak di negaranya sendiri, melainkan di negara tempat mereka membikin film.

Pada era tahun 1960-an kebanyakan film India di produksi di dalam studio buatan. Hal ini kurang menampilkan eksotis keindahan alam yang ada secara natural. Selama dekade itu, penonton hanya disuguhi latar buatan sebagai penopang film.

Hingga pada perkembangan teknologi setelah itu, film India berani keluar dari "kungkungan" studio menuju lokasi syuting yang menggunakan alam nyata sebagai tempatnya.

Maka lokasi macam Kashmir, Simla dan Darjeering, menjadi langganan para sineas mengambil gambar, daripada terkungkung dalam studio di kawasan Mumbai.

Bahkan sejak banya masyarakat India mulai menjadi pelancong ke negeri orang, film yang menceritakan diaspora pun dibuat. Salah satunya adalah "Dilwale Dulhania Le Jayenge" yang diperankan Shah Rukh Khan dan Kajol.

Hampir 80 persen film ini mengeksplorasi keindahan alam Eropa sebagai lokasi syuting. Hal ini, lambat laun memberi pengetahuan terhadap masyarakat India tentang kehidupan di luar negara-nya. Bagaimana gaya hidup, berpakaian, sosial dan sebagainya.

Hal itu, membuat para masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas mencoba melakukan eksplorasi wisata ke daerah yang mereka tonton dalam film. Harus diakui, industri Bollywood memproduksi dua kali lipat film dibanding Hollywood, dengan penonton sebanyak 15 juta perhari.

Penelitian itu masuk akal, lantaran India merupakan negara dengan penduduk terbanyak di dunia setelah China. Kondisi ini lantas membuat sektor perekonomian India lebih banyak di topang dari industri dan film.

Makin banyak film India yang diproduksi dengan mengambil lokasi syuting di luar negeri nampaknya dimanfaatkan oleh negara jujugan yang menjadi lokasi syuting.

Nittin Mital dan Anjaneyaswamy dalam sebuah publikasi ilmiah, merekam dengan baik bagaimana negara luar negeri seperti Australia, Afrika Selatan, Inggris, Spanyol, Irlandia hingga Singapura dan Thailand mendapat profit dari "sihir" film India.

Sebagai contoh adalah negara tetangga Singapura. Tahun 2006 salah satu film yang sukses di pasaran berjudul "Krrish" mengambil lokasi syuting di negara itu.

Sang sutradara film, mengeksplorasi bagaimana lokasi wisata di Singapura seperti "Pulau Sentosa" hingga "Kebun Binatang Singapura" tampil di layar lebar.

Kesuksesan "Krrish" di dalam negeri, membuat beberapa turis asal India melakukan perjalanan ke negara itu. 

Bahkan, Singapore Tourism Board sampai mengeluarkan paket khusus "Wisata Krrish" dengan membawa wisatawan menyelami lokasi syuting film yang diperankan oleh Hrithik Roshan dan Priyanka Chopra itu.

Hal yang serupa juga dilakukan Hongkong. Penelitian Gurshani pada tahun 2008, menunjukkan jika strategi pemerintah melalui kementerian pariwisata dan televisi nasional serempat memfasilitasi pembuatan film India berdampak positif pada pertumbuhan wisatawan.

Beberapa film India yang sudah mengambil gambar di beberapa tempat ikonik Hongkong seperti film,"Naam", "Company", hingga "Gumrah", rupanya berdampak positif pada pertumbuhan wisata. Pada tahun 2007 pertumbuhan wisatawan dari India ke negara itu mencatat pertumbuhan 24,7 persen.

Khusus untuk Swiss, negara ini memang langganan untuk syuting film India. Jika anda pernah menonton beberapa adegan film India, yang mana sang aktor dan aktris mendendangkan lagu dengan latar salju, maka sebagian besar gambarnya diambil di Swiss.

Suasana romantis dalam klip lagu-lagu Shah Rukh Khan dan Kajol seperti di "Dilwale Dulhania Le Jayenge", menjadi sihir tersendiri bagi penonton film India untuk segera berkunjung ke negara itu.

Situs newlyswissed.com menyebut, sebanyak 467.967 turis asal India berkunjung ke Swiss pada tahun 2013. Bahkan, atas hubungan baik antara Industri Film India dan Swiss membuat pemerintah setempat memberikan berbagai pengharhaan, salah satu contohnya kepada, sutradara dan produser Yash Chopra.

Kesuksesan Swiss rupanya dilirik oleh Finlandia. Beberapa kemudahan diberikan Kementerian Pariwisaya Finlandia dengan memberikan izin yang mudah, hingga subsidi bagi para sineas Bollywood agar syuting di tempat tersebut.

Potensi keindahan alam yang ada di Indonesia, harusnya juga menjadi sasaran para produser dan sineas Film India untuk mengeksplorasi dalam karya mereka.

Historia pernah menyebut bahwa penonton film India di Indonesia sangat besar dan mampu menggoyang film dalam negeri. Pada rentang tahun 1952 hingga 1960 jumlah penonton film India di tanah Air mencapai 135 juta orang.

Hal ini disebabkan karena banyaknya produksi film yang mereka buat dalam satu tahun. Bahkan, Historia menyebut produksi film India dalam satu tahun dalam rentang masa 1952 hingga tahun 1960 sama dengan produksi 3 tahun film Indonesia.

Penulis pun menduga jumlah produksi film Bollywood dan film nasional kita masih dalam rentang yang tak jauh beda. Apalagi sejak era keemasan India dengan "Kuch-kuch Hota Hai", penggemar dan penonton film India makin membludak di Indonesia.

Buktinya, stasiun televisi sudah menayangkan beberapa film India. Bahkan, salah satu stasiun televisi swasta "Zee Bioskop" adalah spesialis film India selama 24 jam nonstop.

Artinya, pasar film India di Indonesia cukup banyak. Hal ini, sebenarnya bisa membawa barter yang cukup baik antara India dan Indonesia dalam kerjasama film dan pariwisata.

Sama seperti Swiss atau Finlandia bahkan Singapura, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, bisa saja membuka ruang dan memberikan kemudahan bagi sineas India dan sienas yang lain agar menjatuhkan pilihannya syuting di Tanah Air.

Tujuannya, agar film mereka laku di pasar Indonesia, dan bagi kita, kekayaan dan keindahan alam Indonesia bisa tereksplorasi dengan baik ke khalayak internasional.

Dengan begitu, hal ini bisa menjadi salah satu ikhtiar agar wisatawan yang datang ke Indonesia bisa meningkat seperti beberapa negara yang penulis contohkan di atas.

Tentu, hal ini membutuhkan analisa yang akurat, agar kerjasama dua belah pihak ini saling menguntungkan satu sama lain. Sebab, menurut pengamatan penulis, masih sedikit saja film India yang mengambil lokasi syuting di Indonesia. Bahkan gaungnya tidak terdengar sama sekali.

Penulis membayangkan, jika Shah Rukh Khan, Salman Khan atau Aamir Khan bisa syuting di beberapa lokasi ikon wisata di Indonesia, maka selain filmnya membludak, keindahan alam kita bisa terekspose dengan baik dan berdampak positif pada peningkatan jumlah wisatawan dalam negeri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun