Mohon tunggu...
Muhammad Bahruddin
Muhammad Bahruddin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Dosen Media dan Komunikasi Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya. Berminat pada penelitian media, politik, iklan, dan film. Saat ini sedang menyelesaikan program Doktoral Komunikasi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Joker", Sebuah Perjuangan Kelas

13 Oktober 2019   10:05 Diperbarui: 13 Oktober 2019   14:34 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
entertainment.kompas.com

Sekalipun banyak perspektif yang bisa digunakan untuk mengkaji film Joker, terutama sisi psikologis, tapi perspektif Marx tentang perjuangan kelas bisa dibilang sangat relevan untuk menggambarkan film yang disutradarai oleh Todd Phillips ini.

Lihatlah bagaimana anak-anak orang kaya dengan sombong dan banalnya merampas papan iklan yang digunakan sebagai alat permainan badut, Arthur Fleck (Joaquin Phoenix). Ini adalah simbol penindasan kelas menengah-atas (borjuis-kapitalis) terhadap kelas bawah (kaum buruh-proletar).

Dendam berkepanjangan itu kemudian mememuncak hingga mampu mendorong ribuan badut, sebagai representasi buruh, melakukan revolusi, dan menguasai negeri.

Arthur yang dibesarkan dalam masyarakat kapitalis, hidup di gang kumuh di sudut kota. Dia harus mencari nafkah untuk bertahan hidup kepada pemilik modal yang berkuasa atas alat-alat produksi perbadutan. 

Ibunya, Penny Fleck (Frances Conroy), yang sangat dicintai, sudah terlalu tua sehingga butuh perawatan intensif dan ditemani. Dengan berprofesi sebagai badut, Arthur juga bisa terus menyambung hidupnya.

Sayang, perjalanan hidup Arthur tak selalu mulus. Arthur harus berhadapan dengan kebengisan kota. Anak-anak yang dibesarkan dari keluarga borjuis membuat Arthur teraleniasi (terasing).Tak hanya itu, agen perbadutan Haha, Ted Marco (Marc Maron) selalu memperlakukan Arthur dengan tidak adil. Diskrimatif. 

Semena-mena karena dia merasa yang memiliki modal. Dia berhak mengeksploitasi tenaga para buruh, termasuk Arthur, untuk bisa memutar modalnya sehingga usahanya terus bergerak. Pendek kata, apa yang melekat dalam diri Arthur, termasuk kesenangannya, telah dirampas dan ditentukan agen perbadutan.


Dendam dan Kejiwaan Arthur

Bullying terhadap Arthur terus berlanjut, di ruang kerja, sudut-sudut kota, bahkan di gerbong kereta api. Setiap gerak-gerik Arthur yang mestinya menjadi hak paling asasi pun, direnggut oleh orang-orang kelas borjuis. Di sinilah konflik semakin meruncing.

Untuk pertama kalinya Arthur terpaksa membunuh orang-orang yang melecehkannya. Anehnya, pengalaman pertama ini ternyata tak membuat Arthur gelisah, apalagi menyesal.

Kemarahan yang dia pendam sejak kecil justru membuat mentalnya "mati rasa". Yang miris, dia justru gembira dan merayakan kematian setiap kali ia membunuh orang. 

Termasuk membunuh ibunya, yang pada akhirnya ia anggap telah menipu dirinya sejak kecil. Ini karena dalam rekam medis rumah sakit, Arthur ternyata anak adopsi, terlepas apakah informasi tersebut benar atau karena dipaksa calon walikota Gotham saat ini, yang diduga sebagai ayahnya, Thomas Wayne (Brett Cullen). 

Juga informasi tentang kegilaan ibunya sehingga harus dirawat di rumah sakit jiwa. Ingatan Arthur yang hilang pada masa lalu membuat ia percaya pada semua informasi yang ditulis dalam buku rekam medis.

Sejak awal, gejala penyakit Arthur ini memang cukup parah sekalipun tak tampak membahayakan orang-orang sekitarnya. Bahkan dengan kesadarannya, dia rutin memeriksakan mentalnya ke rumah sakit sehingga harus minum obat setiap hari.

Para psikolog menyebut penyakit mental yang diderita Arthur ini berjenis Skizofrenia. Penyakit mental ini bermasalah dengan ingatan masa lalu. Semua peristiwa yang melilit jiwanya tak mampu ia ingat. 

Penyakit lain yang diderita Arthur adalah Pseudobulbar Affect (PBA). Penyakit ini bermasalah dengan neurologis sehingga terjadi gangguan emosi mendadak dan tak terkendali. 

Lihatlah bagaimana Arthur yang tak mampu mengendalikan tawanya dan betapa sensitifnya dia sehingga sulit menghentikan emosinya.

Warner Bros
Warner Bros

Arthur dan Revolusi Sosial 
Puncak dari kegelisahan Arthur adalah ketika dia (kali ini dia berganti nama menjadi Joker) menembak kepala pemandu talk show televisi, Murray Franklin (Robert De Niro) yang ia anggap merendahkan lawakannya sebagai seorang badut dan komedian. Arthur kemudian merayakan kematian Franklin bersama orang-orang yang selama ini merasa terpinggirkan, tertindas, teralienasi, dan lemah dari sisi ekonomi.

Dendam Arthur, sebagai representasi kelas proletar (kaum buruh), mendorong rakyat dengan kelas ekonomi yang sama untuk mengacaukan Gotham, simbol kota dengan perbedaan kelas dan diskriminatif yang mencolok. 

Sebuah kota yang digambarkan Marx sebagai awal zaman modern, masyarakat kapitalis pasca feodal. Gerakan para pekerja proletar yang disimbolkan dengan para badut berhasil menghancurkan kota dan membunuh para borjouis-kapitalis yang telah berselingkuh dengan kekuasaan, termasuk Thomas Wayne dan istri barunya.

Thesis Marx tentang masyarakat yang equal, tanpa kelas, memperoleh tajinya di film Joker. Para badut yang merepresentasi buruh akhirnya mengambil alih kekuasaan. 

Mereka menghancurkan simbol-simbol kekerasan simbolik (symbolic violence) borjuis- kapitalis seperti pertokohan, mobil, reklame, dan simbol lainnya. 

Lebih dari itu, mereka berpesta dan merayakan kematian demi kematian para borjuis-kapitalis yang menindas kehidupan mereka. Perubahan sosial yang selama ini dimimpikan kaum buruh berhasil direvolusi.

Soal aktor film, saya tak banyak kata, kecuali Joaquin Phoenix yang tak sekedar berhak memperoleh nominasi, tapi juga sangat pantas mengangkat piala Oscar

*Artikel ini juga tayang di facebook penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun