Pribumi-pribumi itu pergi dan aku masih tergeletak. Namun selang berapa lama, aku mendengar derap kaki tentara. Tentara Belanda kah ? kurasa tidak karena pribumi bang**t itu bilang Belanda kalah di Jawa.Â
Tapi tak sampai habis kutemukan jawabannya dalam pikiranku, tubuhku sudah segera diangkat oleh tentara lain, namun bermata sipit.
"Anda bisa melihat saya ?!" Tentara sipit itu menatapku serius.
Aku hanya menganggukan kepala.
"Saya akan menginterogasi anda untuk memberitahukan lokasi tawanan perang sekitar sini" Tentara sipit itu memperhatikanku, dia ingin mendapatkan sesuatu dariku.
Aku terlalu lemah untuk membuka mulut, napas pun terasa habis rasanya. Namun aku melihat sesuatu yang ingin kulihat dan tak ingin kulihat di akhir perjuanganku untuk hidup. Aku melihat perhatian, ah indahnya.Â
Namun aku tak ingin melihat pertanggungjawaban atas lalainya diriku kehilangan perhatian itu. Tapi aku seakan mendapat kesempatan untuk melihat perhatian lagi, meski dari seorang yang pertama kali kulihat. Ah, lelah sekali, aku ingin menutup mata sebentar selagi dia memegang bahuku.
-----
Seorang perwira datang
"Prajurit, kenapa kamu memegang dia ?"
"Siap, Pak !" Prajurit itu lalu melepaskan bahu wanita tersebut dan memberi hormat pada sersan tersebut.
"Aku ingin bertanya kepada wanita ini dimana lokasi tawanan perang di sekitar sini. Setidaknya dia tahu mengingat dari rumahnya yang lumayan besar jadi ssetidaknya dia tahu tentang lokasi tersebut"