Mohon tunggu...
Muammar Saudi
Muammar Saudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Long Life Learner | Student at Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Universitas Gadjah Mada

menyukai aroma kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Resensi Buku: Ahmad Syafii Maarif, Percaturan Islam dan Politik; Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

28 Februari 2023   08:57 Diperbarui: 28 Februari 2023   09:18 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah pembubaran parlemen hasil pemilu tahun 1955 pada tahun 1960 dibentuklah DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong), di mana Masyumi dan PSI tidak diikutsertakan. 

Sedangkan yang ikut bergabung adalah NU. Meski demikian, partai Islam hanyalah sebagai pemeran pinggiran bukan pemeran utama. Pemain utama selama era Demokrasi Terpimpin ialah: Soekarno, Angkatan Bersenjata, dan PKI (Partai Komunis Indonesia). 

Bukan golongan Islam. Golongan Islam hanyalah untuk meramaikan jargon Nasakom ; suatu bentuk kerja sama semu dan dipaksakan. Kehadiran Liga Demokrasi yang mencoba menantang arus adalah suatu hal yang sia-sia, namun tetap dapat dijadikan sebagai episode sejarah yang tidak boleh dilupakan. Masyumi, yang dibubarkan secara sepihak, menggugat Mahkamah Agung, tetapi tidak diadili. 

Pertanyaan yang paling penting untuk ditanyakan ialah mengapa Masyumi bernasib sial dan terpelanting dari panggung sejarah modern Indonesia. Jawabannya ialah adanya ketegangan psiko-politik antara Natsir selaku figur Masyumi dan Soekarno, terdapat perbedaan pendapat dalam menghadapi persoalan Irian Barat, yang menyebabkan hubungan Natsir dan Soekarno renggang dan tidak pernah pulih kembali serta berimbas pada Masyumi.

Pada periode Demokrasi Terpimpin ini NU menjadi pengaruh kuat bagi partai-partai Islam. Ada lima aspek yang dijelaskan oleh Maarif terkait perilaku politik NU dalam mempertahankan eksistensinya dan perannya pada periode sulit. Pertama, strategi pokok NU dalam politik yang dikaitkan dengan doktrin pesantren yang menjadi rujukan utama. Kedua, karakteristik hubungan NU dan Soekarno. Aliansi dua subkultur politik, konsep politik paternalisme merupakan bagian penting dari subkultur Jawa tentang hubungan "bapak-anak" dalam sebuah keluarga besar Indonesia. Ketiga, iklim persaudaraan umat dalam kaitannya dengan perilaku politik partai-partai Islam. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa posisi umat pada masa itu lebih ditentukan oleh sikap kepada Soekarno dan sistem politiknya ketimbang oleh ajaran Islam itu sendiri. 

Keempat, masa akhir Demokrasi Terpimpin dan sikap NU serta partai-partai Islam yang lain terhadapnya. Kesetiaan NU kepada Soekarno memang berlanjut terus sampai saat rezim Demokrasi Terpimpin telah berada di pinggir liang kuburnya. Kelima, kehancuran sistem Demokrasi Terpimpin serta tragedi politik yang dialami PKI dan Soekarno. Maarif berpendapat bahwa Soekarno setidak-tidaknya telah mengetahui sebelumnya bahwa kudeta akan terjadi. 

Hal yang harus dilakukan pemerintah Orde Baru bersama dengan sejarawan membuat Buku putih yang benar-benar objektif tentang G30S/PKI, dan kemungkinan keterikatan PKI di dalamnya. Bukan untuk menjatuhkan Soekarno, karena beliau adalah pejuang bangsa Indonesia, pejuang Irian Barat dan perjuangan mempersatukan bangsa Indonesia dengan tinta emas.

Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dalam sejarah kontemporer bangsa Indonesia, sekalipun singkat, telah menggoreskan episode yang sangat berharga bagi kita dalam rangka belajar mencari suatu sistem politik demokrasi yang sehat. 

Demokrasi Terpimpin merupakan sebuah penyimpangan demokrasi dari sistem yang dianut bangsa Indonesia. Sejatinya Islam tidak bisa dipisahkan dari politik praktis setelah asas tunggal ditetapkan. 

Islam meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk politik. Umat berkewajiban mewarnai Demokrasi dengan nilai-nilai Islam yang bersifat universal. Kewajiban ini juga dituntut karena secara sosiologis Islam merupakan mayoritas di Indonesia. Pancasila akan sangat rapuh bila dipisahkan dari wahyu. Dengan kata lain Pancasila akan menjadi sekuler bila menolak intervensi agama untuk menyinari dirinya.

Bagi saya, buku ini menggambarkan dialog kritis antara Maarif dan Soekarno. Juga memberikan informasi kepada pembaca terkait dinamika yang terjadi dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Sebagai kajian sejarah, pengaturan sistematika dalam bab-bab buku ini sangat baik dan runtut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun