Bagaikan meminum secangkir kopi, dimana para penikmat kopi biasanya meminum kopi bersama-sama, sembari merasakan wangi harum yang tercipta dari uap kopi tersebut.Â
Lalu ketika meminumnya akan terasa kepahitan yang begitu pekat. Namun rasa pahit tersebut tidak membuatnya berhenti untuk meminum kopi tersebut, tapi mereka akan merasakan sebuah kenikmatan yang tidak bisa didapatkan dari minuman lainnya.
Begitu pula proses musyawarah yang dilalui setiap perguruan tinggi untuk menemukan solusi yang efektif. Proses bermusyawarah harus dilakukan secara bersama-sama dengan mengajak seluruh perwakilan sivitas akademika dan atau bahkan melibatkan pihak tertentu yang ahli di bidangnya.Â
Hal itu dikarenakan, pihak internal yang ada di perguruan tinggi merupakan pihak yang lebih mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi sehingga akan membantu mereka untuk dapat menemukan solusi yang lebih efektif.
Sayangnya saat proses bermusyawarah, seluruh pihak akan merasakan sebuah kepahitan yang lahir dari perbedaan pendapat, namun perbedaan tersebut tidak akan membuat proses ini berhenti, dikarenakan seluruh pihak menyadari bahwa perbedaan tersebut bertujuan untuk memajukan perguruan tinggi dan inilah kenikmatan yang sesungguhnya ketika proses ini dapat diakhiri dengan hasil yang memuaskan.
Bahkan ideologi negara Indonesia, yaitu Pancasila pada sila keempat yang berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan" telah diwariskan kepada bangsa kita untuk selalu melakukan musyawarah dalam kehidupan sehari-hari.Â
Lebih lanjut lagi, nilai-nilai musyawarah telah ditanamkan ke dalam peraturan perundang-undangan nasional, salah satunya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, dimana salah satu pasalnya menjelaskan mengenai pembentukan Majelis Wali Amanat yang terdiri dari unsur pemerintah, unsur dosen, unsur masyarakat, dan unsur lainnya yang bertugas untuk menetapkan, memberikan pertimbangan mengenai kebijakan umum dan nonakademik.
Oleh karena itu, perumusan suatu kebijakan di dalam lingkup perguruan tinggi harus menggunakan sistem musyawarah yang melibatkan seluruh perwakilan dari sivitas akademika dan atau pihak yang ahli di bidangnya sehingga akan dihasilkan kebijakan yang lebih adil.
Catatan penting untuk pendidikan Indonesia bahwa Sustainable Development Goals 2030 pada bidang pendidikan menargetkan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, serta memastikan akses yang setara bagi semua orang terhadap pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau.Â
Selain itu, tantangan yang akan dihadapi akan terus bermunculan, sehingga berbagai kebijakan akan terus diciptakan. Oleh karena itu, kebijakan yang dibentuk haruslah dapat memberikan kemerdekaan bagi seluruh pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H