Sudah jam 4 sore, tapi matahari belum juga menampakkan belas kasihannya, tetap menyiksa dengan pancaran panasnya. Belum lagi debu yang terbang dan menerjang apa saja yang menjadi penghalangnya seperti membalas dendam kepada setiap kendaraan yang telah menerbangkannya tanpa tujuan.
Pemuda itu sudah beberapa kali menyeka keringat yang mengucur deras dari wajahnya dengan lengan bajunya.
"Mana sih bisnya," dia menggerutu dalam hati.
Menunggu adalah pekerjaan yang paling menyiksa, apalagi setelah tenaganya diperas untuk kerja seharian di pabrik yang pengap itu. Dia sudah tidak bisa, atau bahkan mungkin juga tidak sempat lagi untuk membedakan, panas di dalam pabriknya itu akibat udara Semarang yang memang panasnya minta ampun, ataukah ventilasi ruangan pabriknya yang tidak memadai.
Sekali lagi disekanya butir-butir keringat yang mengalir di wajahnya dengan lengan bajunya sampai lengan bajunya berubah warna, yang semula biru muda menjadi abu-abu. Sebentar diliriknya gadis yang berdiri beberapa langkah dari tempatnya berdiri di halte itu. "Manis juga cewek ini. Ah...daripada bengong nungguin bis yang nggak juga muncul, mendingan ngobrol saja sama cewek ini," pikirnya.
"Mau pulang mbak?" dia mulai berbasa-basi.
"Iya," pendek jawaban gadis itu sambil memperlihatkan senyumnya yang manis.
"Rumahnya di mana sih mbak?"
"Aku di sini nge-kos. Di daerah Karangasem."
"Mmm..Oh..iya mbak kita belum kenalan. Namaku Andi," dia memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.
"Wati," diperlihatkannya senyum manisnya sekali lagi sambil menjabat tangan pemuda di depannya itu.