Mohon tunggu...
May Triranto Maharini
May Triranto Maharini Mohon Tunggu... Guru - pembelajar dan tenaga pengajar

Seorang tenaga pendidik. Tertarik dengan keunikan panorama, budaya, dan kuliner. Suka mengungkapkan pikiran melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Travelling ke Bali saat Pandemi, Sepi tapi Masih Mengesankan

8 Juli 2021   17:55 Diperbarui: 20 Mei 2023   13:20 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 20 Juni 2021 lalu saya akhirnya Kembali lagi menginjakkan kaki saya di tanah selain tanah Jawa. 

Untuk perjalanan yang kali ini saja, saya hampir tidak jadi berangkat. Perjalanan yang seharusnya kami lakukan bulan Maret lalu yang kemudian kami undur karena saat itu gelombang covid tengah meningkat. 

Dan yang kali ini, setelah sebelumnya jumlah orang yang positif Covid-19 berkurang, seminggu sebelum keberangkatan kami, jumlahnya kian meningkat kembali. 

Kali ini bahkan lebih tinggi dari yang bulan Maret lalu. Setelah banyak dari kami yang membatalkan---yang pada mulanya ada Sembilan orang yang akan ikut dalam perjalanan kali ini---akhirnya sedikit dari kami memutuskan berangkat. 

Ya, akhirnya tinggal saya dan tiga teman saya lainnya yang jadi berangkat. Puji syukur sebelum keberangkatan hasil tes antigen kami berempat negatif.

Perjalanan menggunakan pesawat menuju Bali berjalan lancar dan aman. Cuaca baik juga pesawatnya pun dalam keadaan baik. Kami sampai di Bali siang hari dan kami dijemput oleh supir yang kami sewa khusus untuk hari itu. Karena lapar, kami pun diantarkan untuk makan siang di Rumah Makan Nasi Pedas Bu Andika. 

Bagi yang belum pernah menyicipi, jika ke Bali dapat mampir ke rumah makan ini. Hanya nasi dan lauk pauk biasa, namun yang membuat istimewa adalah rasa sambalnya yang pedasnya luar biasa. Untuk yang suka pedas, pasti suka.

Setelah makan siang kami diantarkan ke hotel tempat kami menginap yang letaknya di jalan Kartika Plaza Bali, Discovery Kartika Plaza Hotel Namanya. Untuk malam pertama dan kedua, kami menginap di vila milik hotel ini. 

Vilanya cukup nyaman. Terutama karena ada kolam renang pribadi dalam vila yang kami sewa tersebut. Tapi kami hanya istirahat sebentar lalu membersihkan dan merapihkan diri, lalu kami pergi lagi untuk makan malam di Jimbaran.

Jimbaran masih seperti lima tahun lalu Ketika saya mengunjunginya. Dan kali itu, saya tidak melihatnya sepi pengunjung. Lepas dari apa yang sedang terjadi di Jakarta saat itu---angka penederita Covid-19 kian meningkat---Jimbaran masih didatangi orang-orang yang ingin menikmati makan malam di tepi pantai ditemani matahari terbenam. 

Walaupun mungkin pengunjungnya tidak sebanyak biasanya. Kami berempat pun memilih tempat yang agak sepi untuk sebisa mungkin bagi kami menghindari keramaian. Beruntung makanan yang disajikan di restoran yang kami pilih ini rasanya masih bisa dibilang lezat. 

Di Jimbaran itulah kami mengakhiri kegiatan kami hari itu dan Kembali ke tempat kami menginap untuk beristirahat.

Esoknya, kami sudah siap pagi sekali, yaitu pukul 7. Setelah sarapan, kami dijemput oleh supir yang berbeda dari hari sebelumnya. Kali ini supir khusus untuk perjalanan kami ke Pulau Nusa Penida. 

Oh ya, seperti yang kita semua tahu, sapaan atau panggilan khusus untuk seorang laki-laki di Bali adalah 'Bli', bukan 'Mas' atau 'Pak' seperti di Jawa. Kami di antar ke Pantai Sanur dan supir tersebut akan mejemput kami Kembali sore harinya. Dari Pantai Sanur kami naik speed boat menuju Pulau Nusa Penida.

Empat puluh menit lamanya dibutuhkan untuk sampai ke Pulau Nusa Penida. Kami dijemput oleh Bli yang ramah. Karena Bli yang mengantar kami berjalan-jalan di Pulau Nusa Penida banyak bercerita, perjalanan pun tidak terasa lama. Apalagi jalan menuju Pantai Diamond, di bagian timur Pulau Nusa Penida, cukup terjal dan berkelok.

Pantai Diamond / Diamond Beach/dokpri
Pantai Diamond / Diamond Beach/dokpri

Pemandangan di Pantai Diamond cukup menyegarkan mata kami. Kami juga dapat berfoto dengan hasil yang lumayan memuaskan di sana. Kami memang hanya dapat melihat Pantai Diamond dari atas, namun tidak dapat dipungkiri, hijaunya air pantai dan putihnya pasir membuat saya terpukau. Kami bisa saja turun untuk merasakan jari kami menyentuh air hijau bening tersebut dan bermain pasir putihnya, namun kami takut menghabiskan energi di tempat pertama yang kami kunjungi tersebut.

Menaiki tangga di Pantai Diamond / Diamond Beach/dokpri
Menaiki tangga di Pantai Diamond / Diamond Beach/dokpri

Selanjutnya adalah Paluang Cliff yang kami kunjungi. Tempat ini ada di Pulau Nusa Penida bagian barat. Di sini kami juga melihat pantai yang biru dari ketinggian. Di situ, ada spot yang bagus untuk kami berfoto. Walaupun airnya tidak sehijau dan sebening yang seperti kami lihat di Pantai Diamond, tapi kami puas dapat mengabadikan kebahagiaan kami di tempat itu dengan hasil foto yang bagus. Kami berterimakasih pada Bli yang memang berbakat dalam mengambil gambar foto kami.

Indahnya Paluang Cliff/dokpri
Indahnya Paluang Cliff/dokpri

Spot terakhir yang kami kunjungi selanjutnya tidak jauh dari Paluang Cliff yaitu Pantai Kelingking. Sebenarnya itu adalah pantai yang sama dengan pantai yang kami lihat di Paluang Cliff, hanya saja dari tempat atau angle yang berbeda. Tempat ini juga tidak kalah indah. Banyak spot foto yang bagus yang kami tidak sia-siakan untuk mengabadikannya. Kami juga makan es kelapa segar di situ sebelum kami Kembali ke Pulau Bali.

Pantai Kelingking / Kelingking Beach/dokpri
Pantai Kelingking / Kelingking Beach/dokpri

Dengan speed boat yang sama Ketika kami menuju pulau Nusa Penida, kami Kembali ke Pulau Bali. Dari Sanur kami dijemput oleh supir yang sama yang mengantarkan kami. 

Kami membeli makanan dulu sebelum sampai di hotel. Sesampainya di hotel, petangnya kami makan malam di kafe hotel tepat di tepi pantai, karena hotel kami memang berlokasi tepat di pinggir pantai. 

Sungguh suasana yang tidak terlupakan, makan malam di tepi pantai sambil terdengar music dan ombak pantai. Kami mengobrol banyak di situ hingga kami Lelah dan Kembali ke vila untuk beristirahat.

Uniknya Desa Panglipuran/dokpri
Uniknya Desa Panglipuran/dokpri

Hari selanjutnya adalah jadwal kami ke Desa Panglipuran. Desa ini adalah perkampungan yang berisi rumah-rumah penduduk yang dijadikan daerah wisata. Cukup unik memang. Setiap rumah pun menjual jajanan atau pernak Pernik khas Bali. Ada juga yang dijadikan rumah makan di dalamnya. Kami makan siang di salah satunya. 

Saya memesan ayam gorang sambal matah yang rasanya khas sekali masakan rumahan, yang saya sendiri sangat suka. Setelah dari Desa Panglipuran, kami pun melanjutkan perjalanan ke Kintamani. Di sini kami bisa melihat Gunung Batur dan Danau Batur dari sebuah restoran yang terletak di bukit di Kintamani. Indah sekali. Dari Kintamani kami Kembali ke Denpasar dan membeli oleh-oleh di Krisna lalu Kembali ke tempat kami menginap.

Makan siang di Desa Panglipuran/dokpri
Makan siang di Desa Panglipuran/dokpri

Hari ke empat adalah hari terakhir kami. Kami sempat mengunjungi Pantai Kuta. Pantai Kuta sangatlah sepi, tidak seramai dulu Ketika pada tahun 2016 saya ke tempat ini. Saya hanya melihat 2 atau 3 turis asing, bahkan tursi local pun hampir tidak ada. 

Sebenarnya saya juga merasa kasihan dengan para pedagang di situ yang hampir bahkan tidak ada pemasukan karena sangat minimnya turis yang datang. Kami juga sempat mengunjungi Sunset Beach Club di Desa Potato Head. 

Tempatnya cukup nyaman untuk menikmati makan siang dan makanannya cukup lezat. Kami memesan ayam bbq dan Pizza beserta minumnya yaitu orange juice. 

Setelah puas makan siang dan berfoto di tempat tersebut, kami pun bersiap untuk ke bandar udara. Ya, kami akhirnya harus kemabli lagi ke Jakarta untuk Kembali lagi ke realitas kehidupan kami. Kami tahu keadaan pandmi ini adalah masa yang sulit bukan hanya bagi orang-orang yang berada di Jakarta, tapi juga Bali, dan seluruh Indonesia bahkan dunia.

Hari terakhir di Sunset Beach Club Desa Potato Head/dokpri
Hari terakhir di Sunset Beach Club Desa Potato Head/dokpri

Sekembalinya saya ke Jakarta, saya tidak disambut siapa-siapa. Itu sudah biasa bagi saya. Setiap pesawat mendarat di Jakarta sekembalinya saya dari travelling, saya selalu memakai taksi tanpa ada yang menjemput. Tapi sungguh, bagi saya ini kenikmatan. Karena bagi saya itulah totalitas saya dalam travelling. 

Tapi Kembali lagi ke topik perjalanan Bali saya dan bagaimana sekembalinya saya ke Jakarta, saya tidak langsung bertemu ibu saya yang tinggal serumah dengan saya.

Ibu saya menginap di rumah kakak saya, sedangkan saya tinggal sendiri di rumah selama tiga hari untuk isolasi mandiri setelah bepergian ke luar kota, walaupun Ketika tes antigen di Bali, hasilnya saya negatif Covid-19. 

Tapi memang begitulah seharusnya, karena isolasi mandiri untuk menghindarkan kita dari kemungkinan menyebarkan virus Covid-19. 

Tiga hari kemudian saya tes antigen lagi dan puji syukur saya Kembali negatif Covid-19. Ibu saya pun bisa Kembali lagi ke rumah. Namun sedihnya, beberapa hari kemudian kasus Covid-19 meningkat drastis. 

Dan saat saya menulis ini, pemerintah sedang menerapkan PPKM darurat sejawa-bali. Semoga keadaan ini segera membaik. Semoga Covid-19 segera pergi dari alam ini. 

Semoga harapan itu selalu ada. Namun dari semua ini, mengingat perjalanan saya dan teman-teman saya ke Bali beberapa waktu yang lalu, bagi saya, Bali masih selalu memberikan kesan yang indah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun