Jadilah kami berpose, foto-fotoan dulu di samping moncong Whoosh. Bergaya seolah-olah kereta cepat itu milik mbah kami. Tampak kampungan? Ya, betul, tapi kami senang.Â
Para pegawai Whoosh juga senang. Buktinya, mereka senyam-senyum mengamati pose dan ulah kami.Â
Kecepatan di Tengah Kelambanan
Jarum arlojiku tepat menunjuk pukul 07.48 WIB saat Whoosh mulai bergerak dari Halim menuju Tegalluar. Tepat waktu, 100 untuk Whoosh kami.
Perjalanan menunggang kecepatan telah dimulai. Kami serombongan sudah duduk di kursi masing-masing, sesuai nomor yang tertera pada tiket.Â
Semua duduk tenang, nyaman, di kursi yang mirip seat pesawat terbang. Kecuali iparku. Dia mulai tengak-tengok sekitar tempat duduk. "Nyari colokan charger hape," katanya. Lha, emang hilang di mana? Setelah clingak-clinguk, akhirnya ketemu juga itu lubang colokan di bawah jok kursi. Aih, dasar kampungan.
Selepas terowongan Halim, dari ketinggian rel Whoosh aku memandangi tol MBZ yang dipadati mobil-mobil berpacu ke timur dan barat. Â Mobil-mobil yang mengarah ke timur dalam kecepatan relatifnya terlihat merayap lambat, atau sebagian bahkan terlihat berhenti atau mundur. Tanda bahwa Whoosh melaju dengan kecepatan di atas 120 km per jam.Â
Pada beberapa kali kesempatan berkendara di tol MBZ, aku selalu memandang iri pada Whoosh yang kebetulan lewat macam peluru. Kubayangkan betapa nyaman duduk di dalam gerbong kereta itu dalam kecepatan tinggi. Tidak seperti di dalam mobil sepanjang tol MBZ, terpontal-pontal dan terguncang-guncang sampai turun berok.
Kini aku duduk nyaman di dalam gerbong Whoosh yang melaju dalam kecepatan tinggi. Membayar lunas rasa iriku, sambil membayangkan derita mereka yang berkendara di tol MBZ. Aku tidak puas karenanya. Sebab kutahu begitulah antara lain cara ketakadilan bekerja. Â
Memasuki daerah Purwakarta suara mendesing membuat telinga pekak, seperti saat pesawat lepas landas. Itu berarti kecepatan kereta menyamai atau melebihi kecepatan pesawat lepas landas.Â