Titik Nol Peradaban Kaldera Toba
Sianjur Mulamula, Samosir disebut "Titik Nol Peradaban Batak". Kampung di lembah Sagala-Limbong itu secara mitologis diyakini sebagai kampung mula-mula orang Batak. Siraja Batak, komunitas pertama etnis Batak diyakini sebagai pemukim pertama di situ sejak sekitar abad ke-12.Â
Di tempat itulah cikal-bakal sistem sosial Batak dibentuk. Struktur Dalihan Natolu, yaitu hula-hula (pemberi istri), dongan tubu (kerabat segaris darah ayah), dan boru (penerima isteri) diciptakan di situ. Begitupun dengan sistem nilai yang menyertai relasi sosio-adat antara ketiganya: somba (hormat) marhula-hula, manat (sabar) mardongan-tubu, dan elek (kasih) marboru.
Inti budaya hauma (sawah) dalam ekologi budaya dan huta (kampung) dalam ekologi politik manusia Batak juga pada mulanya dibentuk di Sianjur Mulamula. Demikian pula dengan sistem sosial horja (federasi huta) dan bius (federasi horja). Sianjur Mulamula adalah bius pertama yang menjadi model untuk semua bius yang pernah ada di Tanah Batak.
Sejarah politik lokal Batak mencatat hadirnya tiga bius utama (induk) di masa lalu. Dua di antaranya berada di Samosir yaitu Bius Sianjur Mulamula yang dipimpin Pendeta Raja Jonggimanaor (Limbong) dan Bius Urat Palipi yang dipimpin Pendeta Raja Paltiraja (Sinaga).
Satu lagi adalah Bius Baligeraja yang semula berpusat di Balige (Pendeta Raja Sorimangaraja), tapi kemudian berpindah ke Bakkara di bawah pimpinan Pendeta Raja Sisingamangaraja (Sinambela, turunan Sorimangaraja).
Religi asli Batak -- lazim disebut Ugamo Siraja Batak -- juga bermula di tempat tersebut. Juga ritus gondang dan tortor sebagai bahasa puji-syukur kepada Debata Mulajadi Nabolon, Dewata Maha Pencipta. Serta ulos sebagai simbol berkat dari Mulajadi Nabolon.
Religi asli itu kemudian menjadikan Gunung Pusukbuhit sebagai Gunung Suci, suatu axis mundi, loka komunikasi antara manusia bumi dan dewata nirwana. Dalam kosmologi Batak itu berarti poros komunikasi antara Banua Tonga (benua tengah, bumi manusia Batak) dan Banua Ginjang (benua atas, nirwana para Dewata).
Puncak Gunung Pusukbuhit itu diyakini sebagai tempat pertemuan manusia Batak dengan utusan Dewata. Dewata Mulajadi Nabolon turun ke puncak gunung itu dengan perantaraan utusannya. Utusan utamanya, semacam malaikat, adalah dewi-dewi dalam rupa burung bernama Leang-leang Mandi, Leang-leang Nagurasta, dan Untung-untung Nabolon.
Dengan demikian, dalam kosmologi asli Batak, Sianjur Mulamula dan Pusukbuhit adalah adalah sentrum atau kiblat. Tempat yang disebut pertama kiblat asal-usul (genesis) Batak dan yang kedua kiblat religi Batak. Itu berlaku untuk semua komunitas Batak Toba sampai paruh pertama abad ke-19, sebelum agama Protestan dan kemudian Katolik.