Tapi, ya, gending Jawa. Â Cocoklah itu untuk penyambutan winisuda di suatu universitas yang berdiri di pinggang Pulau Jawa. Itu penciri khas.
"Ketua senat akademik, rektor beserta anggota prosesi memasuki ruang upacaan. Hadirin dimohon berdiri." Pembawa Acara menyampaikan arahan.Â
Kami, para orangtua winisuda, segera berdiri. Â "Tiba saatnya menyanyikan Gaudeamus Igitur," bisikku dalam hati, sambil tersenyum. Aku berharap demikian sebab daftar acara dalam undangan tak mencantumkan nyanyian.
Degup jantungku sedikit berlari, exciting, siap melambungkan Gaudeamus Igitur.  Rekaman musik orkestra memainkan intro.  Oh, tidak, Tuhanku.  Itu bukan musik intro lagu Gaudeamus Igitur tapi Indonesia Pusaka gubahan Ismail Marzuki.
Gagal sudah keinginanku menyanyikan lagu wisuda itu  untuk ketiga kalinya -- dan mungkin untuk yang terakhir kalinya. Seketika ada rasa kecewa menyergap. Tapi segera kusadari, ini hari bahagia untuk anak perempuan kami dan kami orangtuanya.
Kecewaku kupupus dengan mengikuti paduan suara Undip menyanyikan Indonesia Pusaka. Itu lagu yang indah dan tepat juga. Syairnya mengajak cinta pada dan rela berkorban untuk tanah air Indonesia. Â Â
"Kau kupuja, kau kukasihi. Tenagaku bahkan pun jiwaku. Kepadamu rela kuberi." Â Itu dua baris terakhir bait kedua lagu itu, yang tak pernah dinyanyikan. Â Tidakkah itu sangat mengena bagi para winisuda yang akan dilepas menjadi sarjana ke tengah masyarakat Indonesia?
Bergembiralah Selagi Muda
Walau telah berhasil memupus rasa kecewa, tak urung aku bertanya-tanya juga, mengapa lagu Gaudeamus Igitur tak dinyanyikan? Aku tahu bahwa tak semua universitas di Indonesia punya tradisi menyanyikan lagu tua (sejak abad ke-13) berbahasa Latin itu dalam upacara wisuda sarjana. Tapi saya baru tahu kalau Undip juga tak punya tradisi itu.
Barangkali penolakan menyanyikan lagu itu karena salah kaprah. Â Ada anggapan lagu itu mempromosikan hedonisme. Â Hanya karena para mahasiswa di Eropa dan Amerika lazim menyanyikan lagu itu saat pesta-pesta kelulusan yang bikin mabuk di luar kampus. Itu soal budaya, bukan intensi lagu.
Tapi apa sih salahnya orang muda yang baru lulus sarjana bergembira ria? Â Di penghujung upacara Wisuda ke-176 Undip itu, Rektor Prof.Dr. Suharnomo bersama Dekan-Dekan FPP, FISIP, dan FSM menggoyang aula Muladi Dome dengan lantunan lagu dangdut Terajana. Pak Rektor mengajak winisuda dan para orangtua goyang gembira ria bersama.