Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Wisuda Tanpa 'Gaudeamus Igitur' di Universitas Diponegoro

13 November 2024   10:37 Diperbarui: 15 November 2024   05:08 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara Wisuda ke-176 Universitas Diponegoro di Muladi Dome, Tembalang Semarang tanggal 7/11/2024) (Dokumentasi Pribadi) 

Tapi, ya, gending Jawa.  Cocoklah itu untuk penyambutan winisuda di suatu universitas yang berdiri di pinggang Pulau Jawa. Itu penciri khas.

"Ketua senat akademik, rektor beserta anggota prosesi memasuki ruang upacaan. Hadirin dimohon berdiri." Pembawa Acara menyampaikan arahan. 

Kami, para orangtua winisuda, segera berdiri.  "Tiba saatnya menyanyikan Gaudeamus Igitur," bisikku dalam hati, sambil tersenyum. Aku berharap demikian sebab daftar acara dalam undangan tak mencantumkan nyanyian.

Degup jantungku sedikit berlari, exciting, siap melambungkan Gaudeamus Igitur.  Rekaman musik orkestra memainkan intro.  Oh, tidak, Tuhanku.  Itu bukan musik intro lagu Gaudeamus Igitur tapi Indonesia Pusaka gubahan Ismail Marzuki.

Gagal sudah keinginanku menyanyikan lagu wisuda itu  untuk ketiga kalinya -- dan mungkin untuk yang terakhir kalinya. Seketika ada rasa kecewa menyergap. Tapi segera kusadari, ini hari bahagia untuk anak perempuan kami dan kami orangtuanya.

Kecewaku kupupus dengan mengikuti paduan suara Undip menyanyikan Indonesia Pusaka. Itu lagu yang indah dan tepat juga. Syairnya mengajak cinta pada dan rela berkorban untuk tanah air Indonesia.   

"Kau kupuja, kau kukasihi. Tenagaku bahkan pun jiwaku. Kepadamu rela kuberi."  Itu dua baris terakhir bait kedua lagu itu, yang tak pernah dinyanyikan.  Tidakkah itu sangat mengena bagi para winisuda yang akan dilepas menjadi sarjana ke tengah masyarakat Indonesia?

Rektor Undip Prof.Dr. Suharnomo (kanan) dan para dekan menyanyikan lagu dangdut Terajana menghibur para winisuda dan orangtua (Dokumentasi Pribadi)
Rektor Undip Prof.Dr. Suharnomo (kanan) dan para dekan menyanyikan lagu dangdut Terajana menghibur para winisuda dan orangtua (Dokumentasi Pribadi)

Bergembiralah Selagi Muda

Walau telah berhasil memupus rasa kecewa, tak urung aku bertanya-tanya juga, mengapa lagu Gaudeamus Igitur tak dinyanyikan? Aku tahu bahwa tak semua universitas di Indonesia punya tradisi menyanyikan lagu tua (sejak abad ke-13) berbahasa Latin itu dalam upacara wisuda sarjana. Tapi saya baru tahu kalau Undip juga tak punya tradisi itu.

Barangkali penolakan menyanyikan lagu itu karena salah kaprah.  Ada anggapan lagu itu mempromosikan hedonisme.  Hanya karena para mahasiswa di Eropa dan Amerika lazim menyanyikan lagu itu saat pesta-pesta kelulusan yang bikin mabuk di luar kampus. Itu soal budaya, bukan intensi lagu.

Tapi apa sih salahnya orang muda yang baru lulus sarjana bergembira ria?  Di penghujung upacara Wisuda ke-176 Undip itu, Rektor Prof.Dr. Suharnomo bersama Dekan-Dekan FPP, FISIP, dan FSM menggoyang aula Muladi Dome dengan lantunan lagu dangdut Terajana. Pak Rektor mengajak winisuda dan para orangtua goyang gembira ria bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun