Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Kang Budi Susilo, Ikon Penyintas Stroke di Kompasiana

24 Oktober 2024   15:16 Diperbarui: 25 Oktober 2024   04:54 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Budi Susilo (Foto: kompasiana.com)

Kompasianer Budi Susilo, biasa kusapa Kang Budi, itu kupersepsikan ikon penyintas stroke. Dia survivor sejati. Tapi tak banyak orang yang tahu itu.

Sekarang kukasih tahu soal itu. Bukan untuk meraih simpati. Bukan, jauh dari itu. Semata untuk berbagi gagasan saja.  Bahwa stroke bukan akhir segalanya melainkan, sebaliknya, awal segalanya tentang hidup produktif.

Kang Budi adalah bukti hidup tentang itu. Tulisan-tulisannya di Kompasiana sangat terang berkisah tentang itu. Dalam kalimat-kalimat sederhana tapi runtun. 

Kang Budi dan aku dekat. Tapi belum pernah bersua. Kedekatan itu karena kami serumah di Kompasiana dan di WAG Secangkir Kopi Bersama. Kami kerap saling sapa di WAG dan saling-kunjung di Kompasiana.

Mungkin ini yang disebut jauh di mata dekat di hati. Tapi jelas kami bukanlah dua sejoli. Emangnye kite laki apaan?

***

Kang Budi itu tipe lelaki tangguh. Ini bicara tentang ajang hidup, ya, bukan soal ranjang. Jenis bisnis yang digelutinya dulu mengisyaratkan itu: pemborong dan manajer resto. 

Dua jenis bisnis itu mempersyaratkan kegigihan. Dilarang cengeng di situ. Orang cengeng main TikTok saja. Kalau dibully netizen, langsung mengadu berurai air mata yuyu ke khalayak sejagad. Strawberry banget!

Kang Budi tidak seperti itu. Tak sekalipun pernah mengisahkan strokenya dengan bahasa sengsara berat.  Kejadian stroke, telat penanganan, lalu lumpuh tubuh sebelah, diceritakannya ringan saja. Seakan sedang makan kacang  di pos kamling sambil ngobrolin orang nebeng jet pribadi. 

Ketelatan penanganan dan dampak lumpuh itu juga tak disesalinya berkepanjangan. Dia menganggapnya semacam peristiwa seorang ibu muda beli bra kebesaran untuk anak gadisnya. "Ya udah, ntar juga pas kalau dadamu sudah tumbuh," jawabnya enteng menanggapi protes anak gadisnya itu. Cuek banget.

Tapi berdasar pengalamannya, dia berulang kali mengingatkan begitu terjadi gejala stroke, seringan apapun itu, langsung pergi ke rumah sakit untuk penanganan. Jangan sampai telat, akibatnya fatal. Jangan sekali-sekali pergi ke penyembuh alternatif, dukun sakti, tukang urut, apalagi mak erot. 

Kang Budi benar belaka. Bertahun-tahun lalu seorang paklikku terkena stroke saat nonton siaran bola di TV. Lalu anak laki sulungnya berupaya menyembuhkan pakai tenaga dalam. Gagal! Akhirnya paklik masuk rumah sakit. Telat sudah. Paklik berpulang. "Kami sudah berusaha sekuat tenaga," kata anak laki sulungnya itu. Astaga, nyebut, dik!

***

Inilah tiga resep hidup normal bagi penyintas stroke ala Kang Budi: selalu keluyuran jalan kaki, biasakan jajan di warung pinggir jalan, dan setia menulis artikel di Kompasiana.

Itu bukan karangan saya, lho. Kang Budi sendiri yang memberi teladan.

Perhatikan topik artikel-artikelnya di Kompasiana.  Banyak artikel laporan jalan kaki pagi ke sudut-sudut kota Bogor, lalu makan dan minum yang sedap-sedap di warung tepi jalan, pasar, atau terminal? Sedap-sedap? Ya, dia bilang dalam tulisannya begitu. 

Tentang jalan kaki, dengan segala tantangannya, okelah. Kekuatan kaki adalah kunci sehat. Begitu malas jalan kaki, tak berapa lama pasti lumpuh di kursi roda, lalu ujungnya tidur abadi. Saya sedang bicara tentang seorang anggota keluarga besarku.

Tapi makan dan minum yang sedap-sedap? Gak bahaya, ta. Kan ada riwayat stroke. 

Kang Budi adalah falsifikasi pandangan penyintas stroke dilarang makan sedap-sedap. Kuncinya, kata Kang Budi, takaran makanan dan minuman. Dan jangan lupa minum obat penetral kandungan jahat makanan. 

Begitulah cara Kang Budi merawat kesehatan tubuhnya. Dan terbukti, dia masih kuat keluyuran dalam kota dan antar kota. Naik turun angkot, bus, dan kereta. Zonder kecopetan. 

Lalu untuk merawat kesehatan otak, pikiran, Kang Budi setia menulis di Kompasiana. Tentu bukan hanya tentang cerita keluyuran dan makan-makan. Tapi juga cerita seputar kerja pemborong, konstruksi, kesehatan, dan usaha khususnya kuliner. Dia juga menulis cerpen dan puisi, walau tak sebagus cerpen Umar Kayam atau puisi Rendra.

Jangan tanya soal produktivitasnya. Seolah tak ada soal meski tubuh lumpuh sebelah. Saya sendiri sampai kewalahan membaca tulisan-tulusan Kang Budi. Seperti air Ciliwung mengalir deras dari Bogor membanjiri Jakarta. Saya sampai megap-megap.

***

Tahun 2024 ini Kang Budi menjadi satu dari lima nominasi Terbaik dalam Jurnalisme Warga dalam rangka Kompasianival. Itu sangat pantas. Lebih dari layak baginya untuk menjadi yang terbaik, pemenang, dalam kategori itu.

Saya tahu, masalah stroke itu sejatinya jauh dari kata ringan. Tapi Kang Budi adalah orang yang paham ilmu gaya fisika. Dia tahu beban seberat apapun akan menjadi lebih ringan jika diangkat dengan bantuan pesawat sederhana semisal katrol. Cerdasnya Kang Budi, dia bisa menjadikan Kompasiana sebagai salah satu dari pesawat sederhana itu. Keterlaluan bila karena ini hidung Admin K tidak kembang-kempis bangga.

Kang Budi telah membuktikan bahwa penyintas stroke bukan beban sosial melainkan kontributor sosial. Dia menunjukkan bahwa stroke bukan alasan untuk terpuruk, menyerah dalam hidup. Sekaligus dia membuktikan betapa besar manfaat yang mengalir dari kepala seorang  penyintas stroke, dalam bentuk kisah inspiratif dan  gagasan konstruktif.

Terus terang, artikel ini saya tulis sebagai dukungan kepada Kang Budi. Dia sangat layak menjadi yang terbaik dalam Kompasianival 2024.

Pernah dia bilang akan membantu saya melunasi utang soto kepada Mas Karso. Tapi bukan itu alasanku mendukung Kang Budi. Aku cuma ingin dia traktir makan soto kuning Bogor. 

Vote, Kang Budi! [eFTe]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun