Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menulis Sampai Mati di Kompasiana

17 Oktober 2024   07:58 Diperbarui: 19 Oktober 2024   13:49 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak termasuk tulisan ini, aku sudah menulis 2,034 artikel dalam 10 tahun terakhir. Rata-rata 203 artikel per tahun. Gile bener Felix Tani.

Apa gak jenuh, ya. Itu pertanyaan minus empati. Ya, jelas ada jenuhnya. 

Solusinya? Gampang, tulis artikel merisak Admin Kompasiana atau teman kompasianer. Atau, tulis puisi sableng yang bikin para penyair Kompasiana mengurut dada.

Pada mulanya aku menulis topik apa saja yang terbit di benak. Bukan karena serakah tapi semata-mata karena tak sudi terperangkap dalam penjara spesialisasi.

Sekalipun begitu, ada satu penciri pada semua tulisanku yaitu perspektif sosiologi. Apapun masalahnya, sosiologi kerangka pikirnya. Itu yang menjadi pembeda untuk tulisanku di Kompasiana.

Tapi dalam tiga tahun terakhir, aku mulai membatasi diri. Bukan untuk menghindari label kompasianer "palugada" (apa lu mau gue ada) tapi demi menjaga kedalaman analisis dalam penulisan.

Filsuf Isaiah Berlin bilang ada dua tipe manusia: rubah (fox) dan landak (hedhog). Rubah itu lincah tapi maunya banyak. Loncat sana loncat situ, ngerjain ini ngerjain itu. Tak ada fokus dan tak ada sasaran besar. Alhasil, walau rubah terlihat sangat sibuk, dia tak pernah mencapai suatu tujuan penting.

Sebaliknya landak bergerak lambat tapi fokus pada satu kegiatan dengan satu sasaran besar. Dia tak tergoda pada hal-hal yang terlihat asyik tapi sebenarnya mengganggu pencapaian tujuan. Mungkin terkesan culun, tapi landak itu sejatinya teguh hati.

Diibaratkan lelaki, rubah itu semacam playboy yang sibuk gonta-ganti pacar tapi ujung-ujungnya jomlo lestari karena satu pun gak nyantol. Sebaliknya landak ibarat seorang lelaki yang setia pada seorang gadis saja, dari pacaran sampai menikah lalu menjadi tua bersama. 

Jelaslah aku pilih menjadi landak, bukan menjadi rubah. Sebab aku tak ingin hidupku lompat sana loncat sini sehingga tak pernah tiba di satu tujuan.

Begitu pun dengan kegiatan menulis di Kompasiana. Aku pumpunkan pada beberapa topik yang menantang rasa keingin-tahuanku saja. Mungkin topik itu tak populer, tak banyak dicari, tapi menurutku penting dan aku ingin membagikannya pada khalayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun