Tapi tulisan yang disajikan, sekacau-balau apapun itu, selalu lebih baik ketimbang tulisan yang sekadar dijanjikan. Karena tulisan tersaji bisa dikritik, dikoreksi, dan diperbaiki. Sedangkan tulisan terjanji, yah, mau diapain, gak tahulah.
Maka bagiku 12 artikel yang dibagikan para seminaris itu sangat bernilai. Kuhargai sepenuhnya upaya mereka menulis dan kesediaan berdiskusi untuk mendapatkan hasil terbaik.
Maka WAG SMCS MENULIS menjalankan fungsinya sebagai wahana jibaku perbaikan tulisan. Artikel-artikel itu kubaca dan kuberi catatan untuk perbaikan, boleh ditolak atau diterima. Keduabelas tulisan itu mondar-mandir antara tangan para seminaris dan tanganku. Dengan kecenderungan tulisan itu semakin ke sini semakin bagus.
Aku hanya mencoba memastikan agar para seminaris itu pada akhirnya menghasilkan tulisan yang terfokus, kaya (bernas), sistematis, dan taat kaidah tata bahasa -- tanpa mengesampingkan licentia poetica atau kemerdekaan berekspresi. Agar kepala tak terlalu pusing saat membacanya.
Secara sadar aku juga mengukur tingkat perbaikan tulisan itu dari titik target harapan kualitas (expected quality). Aku mengukurnya dari titik awal keberangkatan.
Lagi, dalam hal ini aku merujuk nasihat guruku Prof. Sajogyo, "Nilai capaian pemelajar itu diukur dari titik kemampuan awalnya, bukan dari titik ekspektasi hasil akhir." Ibaratnya, ada 2 gelas, satu kosong dan satu lagi berisi 10 ml air. Kedua gelas itu diisi air, sehingga yang kosong sekarang berisi 50 ml dan yang satu lagi 60 ml air. Nilai capaian keduanya sama, karena sama-sama bertambah 50 ml.
Sudah tanggal 13 Juli, para seminaris sudah kembali ke asrama, perbaikan artikel belum juga usai. Diskusi perbaikan via WAG juga semakin terbatas karena para seminaris hanya boleh pegang ponsel tiap hari Minggu. Praktis kerja perbaikan hanya bisa dilakukan sekali seminggu.Â
Jadinya harus kerja cepat. Begitu draft perbaikan artikel dibagikan di WAG, aku harus baca dan beri masukan secapat mungkin. Lalu kirim balik untuk segera diperbaiki penulisnya. Kalau tidak begitu, harus tunggu waktu seminggu lagi untuk perbaikan.
Aku harus selalu menyemangati pula. Selalu bilang tulisannya sudah bagus dan akan lebih hebat jika begini atau begitu. Frasa "sudah bagus" itu kupelajari dari Tino Sidin (alm.), guru gambar yang sohor lewat siaran TVRI tahun 1980-an.
Hebatnya, para seminaris muda itu cepat kerjanya dan pantang menyerah. Yos, seorang dari mereka, bertekad "Kalau masih ada kesempatan, saya akan usahakan yang terbaik untuk karya tulisku."
Tentu saja selalu terbuka kesempatan untuk orang-orang muda yang penuh semangat itu. Sampai kapan? Sampai mereka tiba pada tenggat waktu yang mereka tentukan sendiri.