Memang tak segalanya selalu sempurna. Itu sebabnya dunia ini indah. Seperti indahnya tupai melayang jatuh.
Rasa yang Tak Terasakan
Aku tak perhatikan jarum arloji saat usai makan gudeg koyor Semarang Mbak Tum di emperan toko itu. Mungkin sudah lewat pukul 9 malam. Waktunya kembali ke Tembalang.
Di dalam "mobol" -- mobil ojek berbasis online -- menuju Tembalang.
"Reimburse, Ayah," anak gadisku menagih uang ganti. Tadi dia yang membayar makanan. Karena yakin ayahnya pasti akan menganti, reimburse.
"Berapa?"
"Seratus dua puluh ribu."
"Ya, nanti."
Sambil mengamati lampu-lampu jalan berlarian ke belakang di luar mobol, sebuah tanya mondar-mandir di dalam batok kepalaku. Tentang sesuatu rasa yang kurang dari gudeg koyor yang baru saja kunikmati.Â
"Ada yang kurang tapi apa, ya," pikirku.
"Tadi kita makan gudeg koyor Semarang, kan? " Aku bertanya untuk penegasan kepada istriku.
"Iya. Koyor itu pembeda utama gudeg Semarang dengan Yogya dan Solo."Â