Aku pikir, orang Batak khususnya di Jakarta tanpa disadari telah mengalami semacam "transformasi kebangsaan". Dari bangso Batak menjadi bangsa Indonesia. Dari nasionalisme etnis ke nasionalisme supra-etnis.
Sekurangnya ada tiga faktor besar pendorong "transformasi kebangsaan" itu.
Pertama, interaksi sosial di dunia pendidikan. Untuk sebagian cukup besar, orang Batak generasi BB dan X merantau ke Jakarta atau Jawa umumnya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Perguruan tinggi di Jawa umumnya adalah arena kemajemukan. Civitas akademika terdiri dari ragam suku bangsa yang datang dari berbagai daerah. Orang Batak adalah minoritas di situ.Â
Karena kemajemukan itu, Bahasa Indonesia kemudian tampil sebagai bahasa utama dalam interaksi sosial di dalam dan luar kampus. Bahasa etnik, terutama luar-Jawa seperti Batak, menjadi periferal.Â
Bisa dikatakan bahasa Indonesia berfungsi sebagai "bahasa pendidikan". Hal itu berlaku di semua jenjang pendidikan. Tapi terutama di perguruan tinggi yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai "bahasa ilmiah" juga.
Penggunaan Bahasa Indonesia kemudian menjadi kelaziman bagi mahasiswa Batak, bahkan saat berbincang dengan sesama mereka. Penggunaan bahasa Batak, apalagi di lingkungan kampus, dinilai "kampungan". Kalau ketahuan oleh orang Jawa, kadang diingatkan agar berbahasa Indonesia --padahal dia sendiri tak sungkan berbahasa Jawa di kampus.
Kedua, interaksi sosial di dunia kerja. Dunia kerja umumnya juga arena kemajemukan. Orang-orang dari beragam etnis berinteraksi dan berkomunikasi dalam suatu kantor atau gedung perkantoran.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai "bahasa kerja". Semua golongan etnis di tempat kerja menggunakannya dalam komunikasi kerja. Mulai dari tegur-sapa, obrolan personal, sampai rapat-rapat kerja.
Orang-orang Batak juga mau tak mau terbawa untuk berbahasa Indonesia di tempat kerja. Bahkan di tempat kerja yang pegawainya banyak orang Batak. Juga di sektor informal seperti percaloan di terminal bus. Soalnya pelanggannya kan mayoritas non-Batak.
Sekadar contoh tipologis, di lapo khas Batak semisal di Senayan, Blok M, dan Tebet, bahasa Indonesia lazim digunakan sebagai bahasa pengantar. Pesan saksang, arsik, tombur, dan lain-lain pakai bahasa Indonesia.