Dari situ pengunjung kemudian diajak naik ke punggung Samosir, ke danau (di atas danau) Aek Natonang. Dari tempat itu bisa dijelaskan dengan detail proses geologis pembentukan Pulau Samosir dan Dataran Uluan (di seberang timur) pasca letusan Gunung Toba 74,000 tahun lalu.
Ringkasnya poros Pagarbatu - Aek Natonang akan menjadi paket wisata lengkap Kaldera Toba yang menawarkan pengalaman dan pengetahuan tentang geologi, biologi (hayati), dan sosio-budaya asli Batak.
Rumah Opera Samosir
Jika ada yang hilang dari khasanah budaya Batak maka salah satunya adalah seni tradisi pertunjukan opera Batak. Â Drama musikal khas Batak ini awalnya dirintis oleh Tilhang Oberlin Gultom (1896-1970) pada tahun 1928. Dia mendirikan kelompok Opera Serindo yang berjaya tahun 1960-an sampai awal 1970-an.Â
Pada penghujung 1970-an Opera Serindo dan kelompok-kelompok opera lainnya benar-benar hilang dari aktivitas seni-budaya Batak. Sejak itu masyarakat Batak, di Tanah Batak maupun di rantau, kehilangan hiburan mereka, pertunjukan opera keliling.
Kemudian memang muncul artis-artis penyanyi Batak dari Jakarta . Mereka berpentas di berbagai kota di Tanah Batak atau Sumatera Utara umumnya. Tapi pertunjukan musik pop Batak tak pernah sama nilainya dengan pertunjukan drama musikal opera Batak.
Beberapa kelompok voluntir budaya Batak di Sumatera Utara dan Jakarta kini berusaha menghidup-hidupkan lagi opera Batak. Tapi kelompok-kelompok itu hanya bisa menampilkan opera secara sporadis. Alhasil, bisa dibilang, opera Batak telah "mati".
Kaldera Toba, termasuk Samosir di dalamnya, telah diproyeksikan menjadi destinasi kelas dunia. Tapi suatu destinasi wisata kelas dunia tidaklah lengkap tanpa kehadiran sebuah gedung pertunjukan representatif yang rutin menampilkan atraksi seni-budaya berkelas.Â
Samosir punya potensi untuk mengambil inisiatif di sini. Pencipta seni-budaya opera Batak itu adalah Tilhang O. Gultom, putra asli Samosir. Tilhang adalah anak Sitamiang, Onanrunggu di ujung selatan pulau Samosir. Karena itu tepat jika Pemda Samosir mengambil prakarsa untuk membangun sebuah rumah opera Batak modern. Lengkap dengan organisator profesional untuk mengelola pertunjukan opera Batak.
Bersamaan dengan itu pemerintah, swasta, dan komunitas-komunitas budaya lokal dan nasional harus bahu-membahu pula "menghidupkan" kembali Opera Batak dari "kematian"-nya. Perlu membentuk misalnya satu kelompok inti opera modern di Samosir. Kelompok itulah penampil rutin di rumah opera, membawakan drama musikal Batak itu dalam versi modern.
Saya membayangkan rumah opera tersebut berada di Waterfront City Pangururan. Namanya Rumah Opera Samosir. Rumah pertunjukan itu akan berdiri di pantai Pangururan, di mulut teluk Aek Natio Pangururan. Dia akan menjadi tetenger Kaldera Toba di situ. Seperti halnya Sidney Opera House menjadi tetenger kota Sidney atau bahkan Australia.