Tetenger utama undakan kedua ini adalah Parik Debata, Tembok Tuhan. Berada di sudut selatan-timur undakan, tembok ini adalah batu vulkanik raksasa, hasi letusan Gunung Toba 74,000 tahun lalu, menjulang setinggi 9 m dan merentang sepanjang 16 m. Dinding batu itu diintegrasikan sebagai tembok kampung, dan tampil sebagai dinding tertinggi.
Menurut cerita, di masa perang antar kampung Raja Apanggapang dan Raja Ompu Tarhuak dahulu kala selalu berdiri di atas batu itu, menghadap danau. Dari situ mereka bisa memantau pertanda atau gerak-gerik kedatangan musuh di kejauhan.
Parik batu itu juga diyakini sebagai simbol kehadiran Debata Mulajadi Nabolon, Dewata Pencipta Agung, untuk melindungi Pagarbatu. Karena itu, oleh raja, tembok batu tersebut dijadikan tempat bertanya tentang hal-hal baik atau buruk yang mungkin akan menimpa Pagarbatu.
Undakan ketiga: puncak yang sakral
Undakan ketiga adalah puncak punden, pucuk bukit yang diratakan. Di situ terdapat tinggalan-tinggalan arkeologis terkait ritus pemujaan dan mistisisme dalam religi asli Batak.
Masuk dari arah utara, di sebelah kiri puncak tangga masuk undakan itu, terdapat batu wadah air untuk cuci kaki. Itu penanda puncak itu area sakral. Setiap orang yang naik ke situ wajib cuci kaki dulu.
Di sebelah kiri batu wadah cuci kaki itu terdapat sejumlah lempeng batu, tersusun membentuk struktur tempat duduk. Mungkin itu batu tempat duduk raja dan ulubalang, sekaligus batu tempat persidangan.
Tinggalan megalitik utama berada di sisi selatan area sakral itu. Di sana secara berdekatan terdapat makam batu (sarkofagus), arca menhir pangulubalang (penjaga kampung), dan lesung batu lima mata (aslinya enam mata).