Dari beberapa laporan ilmiah maka tulisan Ketut Wiradnyana (2021), peneliti Balai Arkeologi Medan sejauh ini terbilang paling lengkap mengurai situs Pagarbatu. Dia tak hanya mendaftar benda-benda apa saja yang ada di sana. Tapi dia mengungkap juga makna ragam benda itu dalam konteks sosio-budaya orang Batak.[3]
Menurut Wiradnyana, Pagarbatu itu tergolong situs tinggalan megalitikum muda. Dicirikan adanya kubur batu, sarkofagus, dolmen (altar batu), dan arca menhir.
Tampak jelas huta Pagarbatu itu adalah sebuah struktur punden berundak pada sebuah bukit kecil. Ada perdebatan apakah jumlah undakannya tiga atau empat. Sebab batas undakan kedua dan ketiga agak samar.
Kiranya lebih masuk akal menduga jumlah undakannya tiga. Itu lebih cocok dengan konsep banua natolu, tiga dunia dalam kosmologi Batak. Banua Ginjang, atas, tempat semayam dewa tinggi Batak yaitu Bataraguru, Debatasori, dan Mangalabulan. Banua Tonga, tengah, tempat hidup manusia. Banua Toru, bawah, tempat kediaman dewa-dewa yang, jika marah, bisa merusak bumi manusia yaitu dewa tanah Nagapadoha/Boraspati Nitano dan dewi air Boru Saniangnaga.Â
Tiga undakan Pagarbatu mencerminkan tiga banua. Undakan tertinggi, ketiga, adalah simbol Banua Ginjang, tempat yang sakral. Undakan kedua, tengah, adalah simbol Banua Tonga, bumi manusia. Undakan pertama, bawah, merupakan simbol Banua Toru.
Benda-benda tinggalan arkeologis di Pagarbatu itu sebagian besar tersebar di tiga undakan tersebut. Sejumlah kecil lainnya terdapat di dataran lembah pada kaki bukit sebelah utara dan timur. (Lihat denah.)
Area lembah di kaki bukit: sawah dan dermaga
Di dataran lembah sebelah utara, di areal pemekaran kampung yang dinamai Pagarbolak, terdapat dua tinggalan berupa lesung batu. Satu bermata (lubang) tiga, lainnya bermata tunggal. Keberadaan lesung-lesung batu ini menandakan bahwa pada tahun 1800-an ekonomi warga Pagarbatu sudah berpusat pada pertanian padi. Sawah menghampar di lembah selatan, barat, dan utara kampung itu.Â
Lalu di dataran lembah sebelah timur terdapat tinggalan bontean. Ini batu berbentuk silinder setinggi 2 m untuk tambatan solu bolon, perahu besar, penanda tempat itu dulu adalah dermaga.
Di masa lalu, setidaknya ahun 1800-an perahu adalah moda transportasi utama bagi warga Pagarbatu. Entah itu untuk keperluan menangkap ikan di danau, mengunjung kerabat di kampung lain, atau bahkan berperang melawan musuh.