Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bonandolok, Relung "Shangri-La" di Kaldera Toba

27 Maret 2024   04:49 Diperbarui: 27 Maret 2024   08:50 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja HKBP Bonandolok di tepi sungai Sitapigagan (Foto: YouTube Samosir Vision)

Karena dianggap tempat sakral, warga setempat menggunakan lokasi air terjun itu sebagai tempat berdoa kepada roh leluhur. Di pinggir dasar air terjun Sitapigagan dibangun sebuah joro, pondok doa khas religi asli Batak.

Sebuah joro, pondok untuk berdoa mohon berkah kepada roh leluhur di tepi dasar air terjun Sitapigagan, Bonandolok (Foto: Instagram.com/Satryaazmi via genpi.co)
Sebuah joro, pondok untuk berdoa mohon berkah kepada roh leluhur di tepi dasar air terjun Sitapigagan, Bonandolok (Foto: Instagram.com/Satryaazmi via genpi.co)
Ada saja orang yang datang ke situ untuk berdoa, menyampaikan permohonan kepada roh leluhurnya. Dalam religi asli Batak, roh leluhur dipercaya dapat memberi rahmat kesehatan, keselamatan, dan kemakmuran bagi keturunannya.

Jika berkunjung ke joro itu, atau satu joro lain agak ke hilirnya, dan melihat daun sirih dan jeruk purut terletak di atas batu, maka itu tandanya ada warga yang baru berdoa kepada roh leluhurnya di situ.

Bukan hanya penganut agama asli, penganut agama Kristiani juga ada yang berdoa di joro itu. Sebagaimana umumnya di Tanah Batak, ada semacam dualisme kepercayaan di Bonandolok. Warga percaya kepada Allah Tritunggal Maha Kudus dan mengakui sahala, kuasa roh leluhur sekaligus. 

Tegaknya joro di bawah air terjun dan gereja HKBP di hilirnya, di tepi sungai, mencerminkan dualisme itu. Sebuah dualusme yang telah dipelihara lebh dari separo abad.

Gereja HKBP Bonandolok di tepi sungai Sitapigagan (Foto: YouTube Samosir Vision)
Gereja HKBP Bonandolok di tepi sungai Sitapigagan (Foto: YouTube Samosir Vision)

Sakralisasi air terjun itu bukan tanpa maksud. Di satu sisi sakralisasi mengikat komunitas atas dasar kepentingan sada homban, satu sumber air. Ini mennjadi dasar integrasi sosial komunitas.

Lalu di lain sisi, sakralisasi itu juga berimplikasi aksi pelestarian sumber air. Mulai dari mata air di hulu, hutan di daerah aliran sungai, air terjun, sampai badan sungai Sitapigagan yang mengalir ke danau. Air sungai itu adalah sumber irigasi bagi persawahan, sandaran utama ekonomi Bonandolok.

Bahkan ihan, ikan Batak (Neolissochilus thienemanni) yang terdapat di sungai Sitapigagan juga dilestarikan. Hanya boleh ditangkap untuk keperluan pengobatan. Itupun harus didahului upacara mohon izin kepada roh penunggu lubuk tempat ikan itu berada.

Air terjun kembar Sitapigagan (kanan) dan Sibontar (kiri) di Bonandolok (Foto: YouTube Jhonny Siahaan)
Air terjun kembar Sitapigagan (kanan) dan Sibontar (kiri) di Bonandolok (Foto: YouTube Jhonny Siahaan)

Waktu Berhenti Berlari

Apakah Bonandolok sungguh semacam Shangri-La yang hilang? Tempat warga hidup damai, bahagia, dan panjang umur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun