Sebelum Raja Simamora hadir di lembah Tipang ratusan tahun lalu, Pulau Simamora sudah ada di sana, tanpa nama. Hanya setelah Simamora hadir, maka pulau kecil di teluk itu kemudian dinamai Pulau Simamora.
Tapi mengapa Simamora? Itu ada ceritanya.
Begini. Pemukim pertama di lembah Tipang -- sekarang Desa Tipang -- diyakini adalah Raja Sumba. Dia terbilang generasi kelima orang Batak pada garis turunan belahan Isumbaon. Ayahnya adalah Tuan Sorbadibanua dan kakeknya adalah Tuan Sorimangaraja, Pendeta Raja Bius Baligeraja.
Menurut hikayat, Raja Sumba bermigrasi dari Meat-Baligeraja ke Tipang. Kira-kira bersamaan dengan saudaranya Siraja Oloan, leluhur Sisingamangaraja, yang bermigrasi ke lembah Bakkara.Â
Raja Sumba dan istrinya Siboru Pandan Nauli dikisahkan berputra dua orang, Simamora dan Sihombing. Kedua putranya ini kemudian menikah dengan dua anak perempuan Siraja Lontung. Simamora menikahi Siboru Panggabean dan Sihombing menikahi Siboru Amakpandan. [1]
Simamora dan Sihombing dan keturunannya kemudian menjadi marga-marga raja di Tipang. Simamora menurunkan marga-marga Purba, Manalu dan Debataraja. Sihombing menurunkan marga-marga Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit. [2]
Ketujuh marga itu disebut Marga Napitu atau Raja Napitu. Marga-marga itulah yang berdiam dan meraja di lembah Tipang sejak ratusan tahun lalu.
Dalam pembagian warisan tanah Tipang, dikisahkan bahwa Simamora mendapat bagian tano birong, tanah hitam, dan itu berarti tanah pantai atau hilir lembah. Sedangkan Sihombing mendapat bagian tano liat, tanah merah, atau hulu lembah.Â
Karena Pulau Simamora berada di perairan pantai, maka dengan sendirinya pulau itu menjadi hak milik Simamora. Demikianlah pulau itu kemudian dinamai Pulau Simamora.
Pulau Tanpa Penghuni
Tak ada cerita dan berita yang menyebut Pulau Simamora dihuni manusia. Bisa dipahami jika melihat ukuran dan topografi pulau ini. Dia serupa cangkang kura-kura, atau tempurung, yang tak memberi ruang layak untuk pertapakan rumah. Apalagi rumah adat Batak.