Soliditas tim berpola jejaring laba-laba itu sebenarnya sudah tergambarkan saat Garuda menekuk Brunei dua kali dengan skor yang sama telak (6-0). Jaring laba-laba membuat pemain Brunei nyaris tak mampu mendekati kotak penalti. Sehingga kiper Ernando seperti "makan gaji buta" dalam dua kali laga.
Tapi Irak tentu saja bukan Brunei. Irak punya segalanya yang diperlukan sepakbola modern: mental, skill, power, speed, dan endurance. Jadi lupakan kemenangan besar atas Brunei. Anggap itu sebagai ujicoba strategi dan seleksi pemain saja.
Jadi, Garuda Indonesia, bersiaplah untuk pertempuran untuk menduduki "Domein Piala Dunia 2026". Pertempuran Basra, melawan Singa Mesopotamia adalah pertempuran yang sesungguhnya dan yang pertama. Â Hasilnya sangat menentukan langkah Indonesia selanjutnya.
Kemenangan
Harus diakui sejak ditangani Shin Tae-yong, dan difasilitasi PSSI "baru" di bawah komando Erick Thohir, Timnas Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan menuju tim sepakbola "Kelas Asia" dan bahkan "Kelas Dunia".  Mental, visi, skill, power, speed, dan endurance pemain semakin pantas dan layak untuk laga-laga kelas Asia dan dunia.Â
Harus diakui juga, di bawah Erick Thohir PSSI telah sukses menarik atensi FIFA untuk perkembangan sepakbola Indonesia. Tragedi Kanjuruhan "dimaklumi";  status tuan rumah Piala Dunia U-20 dibarter Piala Dunia U-17; stadion-stadion direnovasi dan  diakreditasi FIFA; Kantor Perwakilan FIFA baru saja diresmikan di Jakarta.
Selain itu naturalisisasi pemain-pemain dari klub Eropa juga lancar; klub-klub domestik koperatif melepas pemain ke timnas; organisasi dan fasilitas latihan sangat memadai; trend grafik permainan tim sedang menanjak; dukungan publik sedang membubung.
Jadi, meminjam istilah fisikawan Johannes Surya, kini semesta mendukung (mestakung) bagi Timnas Garuda Indonesia. Hanya ada satu hal yang bisa menghentikan langkah anak-anak Garuda, yaitu bila mereka "menembaki kaki sendiri". Tapi Garuda masa gitu, sih?
Karena itu "Pertempuran Basra" sudah semestinya dimenangi Garuda Indonesia. Biarlah Singa Mesopotamia tersungkur di depan publiknya. Sebab tak ada seekor singapun yang tak bisa dikalahkan. Dan garuda ada untuk menjadi pemenang.Â
Barangkali baik juga diingat petuah ini. Sepakbola itu seni memanfaatkan sekecil apapun peluang ruang dan waktu untuk mencetak gol ke gawang lawan.
Placing and timing. Bukankah itu yang diajarkan Pele, Maradona, Platini, Beckenbauer, Beckham, Ronaldinho, Ronaldo, dan Messi di lapangan?
Bukankan burung garuda juga menekuk mangsa dengan kejelian mengoptimalkan peluang ruang dan waktu terkecil?