Ekuador menguasai bola dan lapangan lewat formasi serang 4-2-3-1 dan benteng 4-5-1 yang dimainkan bolak-balik dengan kecepatan tinggi. Strategi itu jitu mengepung Indonesia di kotak pertahanannya sendiri. Juga ampuh mengusir Indonesia dari zona pertanan Ekuador.
Indonesia?Â
Inilah yang tak diduga oleh pelatih dan pemain Ekuador. Di benak mereka, pasti membayangkan Indonesia akan memainkan strategi "parkir bus".
Itu sebabnya Ekuador ngotot melakukan serangan kilat dari sayap kiri dan kanan untuk mengirim bola ke belakang garis pertahanan Indonesia. Dengan maksud gundul atau sikil strikernya siap menceploskan bola ke gawang Ikram.Â
Tapi Ekuador kecele. Indonesia gak "parkir bus". Tapi menjalankan strategi pragmatis "galasin", gobak sodor. Ini semacam formasi yang sangat cair, kombinasi lentur zona marking dan man to man marking. Formasinya berubah-ubah dengan cepat, sehingga menit ini 5-4-1, menit itu 5-5-0, kemudian 4-4-2, atau bahkan 8-1-1.Â
Strategi "galasin" itu out of the box. Di luar text book sepakbola modern. Tak heran jika para pemain Ekuador kebingungan, tak kunjung berhasil membobol gawang Indonesia.
Strategi galasin itu begitu ampuh meredam ketajaman serangan Ekuador. Sehingga Ikram bisa memperkirakan sudut, arah dan kecepatan tembakan bola ke gawangnya. Hasilnya, tembakan-tembakan Ekuador bisa diantisipasi dengan tepat.
Target strategi galasin itu simpel. Jangan sampai satu bola pun lolos ke gawang Indonesia. Amankan gawang. Jaga ketat 4 kuadran daerah pertahanan. Kawal ketat pemain Ekuador di tiap garis pertahanan. Jangan sampai meloloskan bola lewat garis gawang.
Di situ skill pemain menjadi urusan nomor dua. Nomor satu adalah mentalitas, semangat juang. Karena itu pelatih Bima Sakti tak memberi arahan teknis lagi di babak kedua. Terlebih di injury time 13 menit. Cukup memberi tamparan semangat ke pipi dan bahu pemain.
Dan gila! It works, kawan!
Garuda-garuda muda itu ke-malaikat-an sampai bertumbangan karena kram. Ya, hanya kaki kram yang bisa menghentikan mereka.