Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman Riset Skripsi di Tulangbawang Lampung Tahun 1984 (Bagian 6, Habis)

25 Oktober 2023   17:35 Diperbarui: 25 Oktober 2023   17:40 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Unit II Tulangbawang sekarang telah berkembang menjadi pasar modern. Jalan poros Tulangbawang yang melewati pasar ini telah menjadi ruas Jalintim Sumatra (Foto: rama/tabikpun.com)

Karena itu aku lebih sering melakukan wawancara pada malam hari.  Untuk memudahkan teknis pelaksanaan, aku minta tolong agar responden dapat kumpul bersama di rumah ketua kelompok tani. Berdua atau bertiga.  Sayangnya, responden terlalu bersemangat sehingga di tiga kelompok tani, responden datang berlima -- semua responden dalam satu kelompok.

Itu menjadi mimpi buruk karena satu kuesioner memerlukan waktu 1 jam wawancara.  Jadi aku harus wawancara non-stop 5 jam. Padahal idealnya wawancara itu adalah 3 responden per hari.  

Maka wawancara bisa berlangsung sampi dini hari.  Untungnya para responden itu tak keberatan.  Pembicaraan tetap gayeng. Mereka heppi-heppi saja.

Mungkin karena faktor konsumsi dan rokok yang disediakan atas biayaku sendiri.  Kopi, gorengan, dan rokok filter adalah "pemikat" yang bisa membuat pantat para responden lekat di bangku sampai dini hari.

Hal konsumsi dan rokok itu sudah kuperhitungkan sebelumnya.  Sebab kalau mau menggali data dari petani transmigran, jangan cuma modal congor saja. nanti mereka akan menjawab ogah-ogahan.  Kopi, gorengan, dan rokok akan membuat mereka menjadi sangat terbuka.  Bahkan mau menceritakan hal-hal yang tak ditanyakan tapi penting diketahui.

Wawancara dengan responden itu adalah bagian yang paling menguras energi. Beberapa kali aku harus bermalam seadanya di rumah transmigran karena sudah terlalu lelah dan mengantuk untuk pulang ke UPT IV.  Takutnya Binter tidak sampai ke pondokan, tapi mampir di selokan tepi jalan.

Mennonite Central Commitee

Dari responden di UPT IX aku mendapat informasi penting.  Selain mendapat penyuluhan dari PPL Transmigrasi, ternyata sebagian transmigran di unit itu jug mendapat penyuluhan pertanian dari LSM Mennonite Central Committe (MCC).  LSM MCC ini semacam utusan dari Gereja Anabaptis Mennonite yang berpusat di Kanada.  Gereja Anababtis itu Kristen tapi bukan Katolik bukan juga Protestan Reformasi. 

Mendapat informasi seperti itu, aku lalu mengunjungi kantor MCC di UPT IX. Ternyata kantornya merangkap rumah tinggal. Seorang aktivis MCC, orang Kanada, tinggal di situ bersama keluarganya. Dia memanfaatkan pekarangan untuk percobaan usahatani dan demonstrasi plot.

Aku mewawancarai aktivis MCC itu tentang program-program kerja penyuluhan pertanian yang dijalankannya di UPT IX. Pada intinya dia menjelaskan tujuan program-program MCC itu adalah peningkatan produktivitas usahatani dalam rangka mencegah rawan pangan di daerah transmigrasi.

Boleh dibilang kasus MCC ini sebagai serendipitas, temuan tak terduga.  Temuan itu memungkinkan aku untuk membanding kinerja PPL Transmigrasi dan PPL (aktivis) MCC di daerah transmigrasi. 

Pembandingan seperti itu tak direncanakan dalam proposal.  Temuan di lapangan itulah yang mendasari analisis perbandingan itu dalam laporan praktek lapang atau skripsi.

From Tulangbawang with Akar Pasakbumi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun