Agroekologi sepanjang jalan itu khas paduan Lampung dan Jawa. Â Selang-seling perumahan, hutan karet, sawah, dan tegalan. Â Hutan karet itu agroekologi khas Lampung. Â Sedangkan sawah dan tegalan adalah agroekologi bentukan orang Jawa, generasi pertama dan kedua transmigran.
Saat bus tiba di Gunungbatin, penumpang sebelahku perjalanan ke Menggala mungkin sekitar satu jam lagi. Â Dia orang Menggala dan pernyataannya benar. Â
Saat turun di Menggala, penumpang tetangga dudukku itu memberitahu jalan menuju pelabuhan perahu klotok untuk menyeberang ke Cakatnyenyak. Â Orang berniat baik memang akan ketemu dengan orang baik.Â
Aku menyusuri trotoar di depan toko-toko pasar lama menuju pelabuhan. Â Bangunan-bangunan tua sepanjang kiri-kanan jalan menandai usia kota itu. Â Menggala termasuk kota tertua di Lampung.
Jarak dari pelabuhan Menggala ke pelabuhan Cakatnyenyak sebenarnya sangat dekat. Seberang-seberangan dipisahkan Sungai Way Cakat. Â Hanya saja arus sungai itu terbilang deras, sehingga perahu harus menghilir dari Menggala ke Cakatnyenyak. Kalau ambil jalur lurus memotong sungai, perahu pasti akan terbawa ke hilir.
Sebenarnya sudah dibangun jembatan Way Cakat untuk menghubungkan Menggala dan Cakatnyenyak. Â Tapi jembatan itu belum tuntas selesai, sehingga belum dioperasikan.
Perahu klotok merapat ke Pelabuhan Cakatnyenyak. Â Para penumpang turun ke tepi sungai, lalu naik ke atas, ke tempat angkutan desa ngetem menunggu penumpang.
Dengan cepat angkutan desa itu sudah sarat penumpang. Â Menurutku jumlahnya berlebihan, malah. Â Aku duduk di bangku belakang, pada sisi kiri bak. Â Isinya sesak, seperti juga bangku di sisi kanan. Â Gang di antara bangku itu penuh dengan barang-barang bawaan penumpang, termasuk ranselku yang terbilang besar.Â
Begitulah angkutan desa di daerah terpencil. Â Semua penumpang dipaksakan masuk karena jumlah rit operasinya terbatas. Â Kalau ketinggalan angkutan, ya, terpaksa harus bermalam di Menggala.Â
Aku merasa diriku seperti ikan sarden dalam blek. Â Sesak gak bisa gerak. Â Setiap penumpang, laki-laki dan perempuan, seperti menjadi baji bagi yang lainnya.Â
Aku sempat berpikir bagaimana kalau sampai kebelet kencing dalam perjalanan. Bagaimana  solusinya?  "Kenapa tadi aku tak mengantongi sebutir kerikil kecil?"  Aku menyesali diri telah melupakan kiat "anti-kencing" itu.