Esok harinya, subuh aku sudah bangun. Langsung ke kamar mandi buang hajat sekalian mandi pagi. Â Itu kebiasaanku, waktu itu.
Habis mandi dan bersalin, aku mengemasi barang bawaan ke dalam ranselku. Â Lalu keluar kamar menuju ruang depan. Â Di situ disuguhi pemilik losmen setangkup roti selai dan segelas teh manis hangat untuk sarapan.
Masih terasa lapar. Â Aku turun ke bawah, ke arah jalan raya, lewat gang. Â Mau cari warung makan. Â Ketemu satu warung sederhana. Aku makan di situ, sekenyangnya.
Sekitar pukul 07.00 WIB, setelah membayar sewa kamar losmen, aku turun ke jalan raya. Â Hanya beberapa menit setelah menyeberang, aku sudah duduk manis di dalam angkot menuju Terminal Rajabasa.
Tiba di Rajabasa, aku segera berjalan ke arah bus-bus yang sedang ngetem. Â Lazimnya di terminal bus, calo-calo berebutan bertanya hendak kemana aku pergi.
"Mau pulang ke Menggala." Â Aku menjawab begitu agar tak terkesan sebagai orang luar-Lampung yang gak tahu apa-apa. Membangun kesan bahwa aku ini tergolong "akamsi" (anak kampung sini).
Itu manjur. Â Seorang calo dengan cukup ramah mengarahkanku ke satu bus tiga-perempat yang sedang ngetem. Di bagian atas kaca depannya tertulis "Rajabasa - Menggala". Â Aman, tak salah lagi.
Dari Rajabasa ke Menggala
Setelah menunggu sekitar satu jam, bus bergerak ke arah utara menuju Menggala.Â
Aku duduk di bangku samping jendela. Â Tetanggaku seorang lelaki usia 30-an. Â Dia orang Menggala, menurut pengakuannya. Kepadanya aku tanyakan berapa ongkus bus ke Menggala. Jadi aku tak akan tertipu atau ditipu calo atau kondektur lagi.
Aku mencoba menghitung kota-kota kecil yang dilewati bus dalam perjalanan ke Menggala. Â Pertama ketemu Branti, lalu Gunungsugih dan Terbanggi Besar. Â Selanjutnya Bandar Agung dan Gunungbatin. Â