Dokter Isroba memutuskan memanjat sendiri pohon sukun itu. Dia menaksir satu buah besar di ujung ranting pada dahan tingkat ke tiga. Kira-kira tujuh meter tingginya di atas tanah.
Terengah-engah memanjat seperti seekor kuskus, dia akhirnya berhasil juga mencapai dahan ketiga. Buah incarannya bergoyang-goyang menggoda pada pucuk ranting di ujung dahan.Â
Berpegangan pada dahan di atasnya, Dokter Isroba beringsut ke tengah dahan untuk menjangkau buah sukun itu.
Ketika jemari tangannya hampir menyentuh buah sukun itu, mendadak buah bundar itu berubah menjadi kepala janin. Kepala itu menyeringai lalu tertawa melengking ke arahnya.Â
Jantung Dokter Isroba seakan copot karena teramat kaget. Aliran darah di dalam tubuhnya seakan terhenti. Matanya terbelalak oleh rasa takut tak kepalang.Â
Sekarang bukan hanya satu buah. Semua buah, ratusan buah, kini berubah menjadi kepala janin yang menyeringai sambil tertawa melengking ke arahnya.
"Tolong!" Teriakan itu tercekat di kerongkongannya. Setelah itu semua menjadi gelap.
Besok paginya.
Media massa lokal memajang headline yang menggemparkan. "Dokter Isroba Ditemukan Tewas di Bawah Pohon Sukun".Â
Paragraf pertama berita itu berbunyi begini: "Pagi ini Dokter Isroba ditemukan tewas di bawah pohon sukun di pekarangan kliniknya. Kepalanya remuk tertimpa ratusan buah sukun."
Besok paginya lagi.