Mentobatkan semua orang Batak? Mission Imposible bagi Pastor Rossum. Zending Protestan sudah menginjili Tanah Batak selama 70 tahun sebelum dia tiba. Gereja HKBP sudah berdiri di berbagai penjuru. Di Balige sendiri sejak 1881 sudah berdiri satu gereja HKBP yang megah.Â
Nommensen sendiri sejak 1881 sudah berdiam di Sigumpar, sebelah utara Balige. Mendirikan gereja HKBP di sana. Dari situ dia mengintensifkan kristenisasi di Toba Holbung, Uluan, dan Samosir.
Ketika hujan reda, Pastor Rossum beranjak ke luar rumah dan berjalan-jalan di tepi danau. Di keremangan malam, di bibir pantai, dia melihat dua orang nelayan sedang menata jala di atas sampannya.Â
"Horas be ma hita," Â Pastor Rossum menyapa kedua nelayan itu. Sebelum datang ke Balige, dia sudah belajar bahasa Batak sampai cukup fasih.
Kedua nelayan itu kaget dan langsung lari menjauh. Mereka mengira Pastor Rossum hantu danau. Hantu bermuka putih dengan jubah gelap. Â
Tapi tak lama kemudian mereka berbalik dan menghampiri Pastor Rossum. Mereka berkenalan. Seorang di antaranya penganut Protestan, seorang lagi penganut agama asli Batak. Setelah tahu Rossum adalah seorang pastor Katolik, mereka langsung bertanya apa itu Katolik. Apa bedanya dengan Protestan. Â Lalu apakah Katolik akan membangun sekolah untuk mereka seperti di Medan?
Itulah kontak bermakna pertama Pastor Rossum dengan orang Batak di Balige. Bukan dia yang menemui, tapi orang Batak itulah yang menjumpainya.
Besok paginya, sejumlah pemuda sekitar rumah membantu Pastor Rossum membenahi barang-barang bawaannya. Saat membuka peti milik pastor, mereka sangat terkejut melihat tumpukan Bibel (Bahasa Batak) di dalamnya. Tadinya mereka berpikir isinya adalah patung-patung sesembahan.
Mereka menyangka demikian karena telah diperingatkan guru-guru zending sebelumnya. Diberitakan secara lisan dan tulisan bahwa akan datang seorang pastor Katolik ke Balige. Umat HKBP diwanti-wanti jangan mau dipengaruhi. Sebab Katolik itu sesat: tidak membaca Bibel, menyembah Maria Ibu Yesus, menyembah patung-patung, pastornya dilarang kawin, dan tunduk pada seorang paus di Roma.
Malam harinya, dua orang nelayan yang berkenalan malam kemarin datang lagi. Kali ini mereka membawa sejumlah teman. Juga Bibel. Mereka siap memeriksa agama Katolik, apakah sesuai atau bertentangan dengan Bibel.
Itu menjadi malam yang panjang tapi menghasilkan benih-benih penerimaan orang Batak kepada Katolik. Pastor Rossum dengan sabar, ramah, dan rendah hati menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kritis dari tetamunya. Hasilnya, jika sebelumnya mereka datang dengan wajah kaku yang curiga, maka saat pulang wajah mereka berubah lega dan gembira.