Prof. Danny sudah menolak kemungkinan Piramida Toba sebagai bentukan alam. Struktur piramida itu menurut pengamatannya lebih sebagai buatan manusia.
Barangkali kesimpulan Prof. Danny itu masih prematur. Dugaan saintifik bahwa struktur piramida itu bentukan alam tetaplah harus dibuka. Penolakan terhadap dugaan semacam itu hanya sah dilakukan jika riset ilmiah menunjukkan sebaliknya.
Bicara kemungkinan geomorfologis, bisa saja struktur piramida itu hasil longsoran batuan di masa lalu. Entah itu karena kejadian gempa, atau karena erosi di puncak bukit gundul di atasnya.Â
Bentuk punden berundak, atau piramida, mungkin saja terbentuk karena batu-batu besar menggelinding lebih dulu membentuk landasan lebar di dasar tebing. Lalu batu-batu ukuran lebih kecil menyusul bertumpuk di atasnya. Terlebih jika kejadian longsor terjadi beberapa kali, maka tumpukan batu itu bisa saja membentuk struktur piramida (mengerucut) yang bersandar ke dinding tebing.
Harap diingat Toba itu jalur gempa dan juga rawan longsor. Sejak letusan Gunung Toba pada 74.000 tahun lalu, kawasan dataran tinggi lingkar Danau Toba bukanlah hamparan yang stabil. Lapisan tuff (batuan berpori) Toba sewaktu-waktu bisa saja longsor.
Jika teori geomorfologis itu terbantahkan, maka kemungkinannya struktur Piramida Toba itu adalah bentukan manusia. Warga kampung setempat di Bakkara bilang tempat itu dulu perkampungan tua leluhur marga Banjarnahor. Sempat digunakan sebagai ladang bawang merah dan singkong. Sebagian jadi area pekuburan.[2]
Jika benar itu bekas perkampungan tua, maka teori Batak sebagai komunitas lembah, sebagaimana dikatakan Sitor Situmorang (1993), bisa menjadi dasar penjelasan.
Orang Batak Toba katanya adalah komunitas pesawah yang selalu mencari lembah sebagai pemukiman. Sekali mereka menemukan lembah, maka di kaki tebing atau dasar lereng yang kering dan agak tinggi akan dibangun huta, kampung. Sedangkan di area lembah akan dibuka areal persawahan.Â
Pola semacam itu jelas tampak di lembah Bakkara serta Muara dan Meat di selatannya. Juga di lembah Tipang, Sabulan, Tamba, Sihotang, dan Boho di utaranya. Semua itu meniru pola lembah Sianjurmula-mula, huta pertama orang Batak di kaki gunung Pusukbuhit.
Struktur huta kuno orang Batak Toba itu berupa koloni pemukiman yang dikelilingi parik (tembok) batu dengan satu harbangan (gerbang) utama, pintu masuk, di depan dan satu lorong kecil, pintu ke sawah atau pelarian, di belakang. Di tengah areal yang dibentengi parik batu itu dibangunlah rumah-rumah Batak tempat mukim warga.Â
Struktur harbangan dan parik batu itu masih bisa ditemukan di beberapa huta di Desa Bakkara dan Tipang (desa tetangga utara Bakkara).