Tapi, sebaliknya, kita atau keluarga kita mungkin akan punah jika kita berhenti memikirkan dan melakukan hal-hal yang remeh bagi dunia itu.Â
Remeh, benar-benar remeh temeh. Tapi hal-hal remeh itulah kekayaan mayoritas warga bumi ini.
Karena mayoritas dari kita hanya punya hal-hal remeh maka, bila kita ingin berbagi dan sebaiknya begitu, kita juga hanya bisa membagikan hal-hal remeh.Â
Namun bila kita benar-benar melakukannya, maka kita sejatinya telah membagikan sesuatu yang "besar" dari milik kita yang "kecil".
Jadi jika bicara dalam konteks literasi, maka tak ada alasan menolak untuk menuliskan pikiran dan pengalaman remeh-temeh. Jangan pernah rendah diri berbagi pada sesama, kendati itu hanya berbagi hal-hal kecil.
Kita tak perlu ngotot misalnya menulis bagaimana nasib negeri ini, Indonesia, tahun 2050. Jika kita tak punya kompetensi tentang teori-teori pembangunan dan sejarah pembangunan negeri ini.Â
Biarkanlah minoritas ahli melakukan itu. Kita jadi pembaca saja. Itupun kalau paham soal yang dibahas.
Kita, bagian dari mayoritas warga bumi ini, cukuplah menuliskan hal-hal yang remeh bagi dunia. Tidak perlu rendah diri atau malu melakukannya. Sebab melakukan hal itu adalah sebuah tindakan jujur.
Jangan pernah minder atau malu untuk berbuat jujur.Â
Aku sudah melakukannya.Â
Ketimbang menulis solusi polusi Jakarta, aku memilih menulis tentang kesebalanku karena harus memotong pohon di pekarangan demi keamanan kabel udara yang centang-perenang.