Terbuat dari batang kayu utuh ukuran besar, dan dengan mengambil bentuk dasar ruma bolon Batak, kedua peti mati itu sudah disiapkan sejak lama. Poltak dulu sempat terheran-heran melihatnya. Sebab tak masuk di akalnya ada orang hidup menyiapkan peti mati untuk dirinya sendiri.
Malam harinya pargonsi, kelompok pemusik gondang Batak, membunyikan gondang sabangunan. Pargonsi itu duduk di bonggar, semacam loteng di atas pintu masuk ruma Batak. Tempat pargonsi lebih tinggi dari panortor, karena mereka adalah penyampai doa-doa dalam bentuk musik gondang kepada Tuhan.
Penatua gereja Katolik Hutabolon menjadi pihak pertama yang meminta gondang dan manortor. Dengan begitu, gereja merestui dan memberkati seluruh kegiatan adat saurmatua Ompu Panderaja.
Setelah penatua gereja, menyusul dongan tubu dan boru dari keluarga Ompu Panderaja yang meminta gondang dan manortor. Sekalian menyampaikan kata penghiburan dan tumpak, dukungan materi untuk kegiatan adat saurmatua itu.
Poltak, sebagai cicit pertama Ompu Panderaja, ikut juga manortor. Sebab wajiblah ditunjukkan kepada khalayak, bahwa Ompu Panderaja sudah gabe, punya banyak anak, cucu, dan cicit. Dengan cara itu, keturunannya telah memuliakan Ompu Panderaja.
Pada hari ketiga, sebelum diantar ke liang lahat, jenazah suami-istri Ompu Panderaja maralaman. Jenazah dalam peti mati diturunkan dari jabu bona ke halaman rumah. Maralaman itu menandakan hasangapon, kemuliaan almarhum di hadapan seluruh keturunan, kerabat Dalihan Natolu, para sahabat, dan tetangga sekampung dan desa sekitar.
Gondang bolon sabangunan dibunyikan lagi. Kerabat Dalihan Natolu lengkap, hula-hula, dongan tubu, dan boru meminta gondang dan manortor untuk terakhir kalinya.
Tiba saatnya hula-hula tulang keluarga besar Ompu Panderaja meminta gondang dan manortor. Sebab hula-hula tulang, pihak pengambilan isteri untuk Ompu Panderaja doli, wajib mendoakan boru yaitu suami-istri Ompu Panderaja dan keluarga yang ditinggalkan.
Di barisan keluarga besar Ompu Panderaja, sekali lagi Poltak sebagai cicit pertama wajib ikut manortor. Dia berdiri diapit oleh ayah dan ibunya.
“Kenapa Berta ikut manortor?” Poltak bertanya-tanya dalam hati saat melihat Berta, bersama ayah dan ibunya berada di barisan hula-hula tulang.
Poltak terheran-heran sebab tak lazim, tapi juga tidak tabu, anak perempuan kecil ikut manortor di barisan hula-hula tulang. Itu berarti Berta akan ikut berdoa dan memberi berkat untuk dirinya.