Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Poltak #103] Kematian yang Indah

7 Juli 2023   08:47 Diperbarui: 7 Juli 2023   17:44 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase Poltak (Sumber: Dok. Istimewa/kompas.com)

“Aneh sekali,” pikir Poltak. 

Tapi dia tak sempat berpikir lebih jauh. Sebab gondang sudah diminta dan tortor sudah dimulai. Pertama Gondang Mula-mula, pembuka, lalu Gondang Somba-somba, penyembahan kepada Tuhan, kemudian Gondang Liat-liat, berkeliling memberi pasu-pasu, berkat.

Saat Gondang Liat-liat,  barisan hula-hula tulang bergerak memutar  ke depan barisan keluarga Ompu Panderaja untuk memberikan berkat.  Satu per satu hula-hula tulang menyampirkan ulos ke bahu  boru atau menumpangkan kedua tangan pada pelipis boru. Boru sendiri manortor dengan posisi sembah, lalu menyentuh dagu atau pipi hula-hula tulang sebagai ungkapan rasa hormat dan terimakasih.

“Berta, jangan pegang-pegang kepalaku!”  Poltak menolak saat Berta hendak menyentuh kedua pelipisnya untuk memberi berkat.

“Ih, harus itu, Poltak.” Berta memaksa. 

Ama Rumiris dan Nai Rumiris, ayah dan ibu Berta, tertawa menyaksikan ulah Poltak dan Berta.  Demikian pula ayah, ibu, dan nenek Poltak.

Poltak sibuk berkelit.  Jangan sampai Berta memberkatinya.

Berta akhirnya kesal.  Dia mengembangkan ulosnya, lalu menutupkannya ke kepala Poltak.  Kepala dibungkus seperti itu, Poltak gelagapan dan hampir terjatuh.  Untung dia cepat-cepat ditangkap ayahnya. 

Semua hadirin yang melihat ulah Berta dan Poltak itu tergelak. 

“Sudah cocoklah itu! Jodohkan saja mereka berdua di depan jenazah kakek dan nenek buyutnya!” Seseorang, entah siapa, berteriak.  Disambut tawa hadirin.

Berta ikut tertawa.  Puas hatinya.  Sembari memeletkan lidah, dia meninggalkan Poltak yang hanya bisa melotot kesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun