Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dalai Lama, Deddy Corbuzier, dan Bahaya Etnosentrisme

14 April 2023   14:08 Diperbarui: 14 April 2023   14:21 3367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimanapun, menarik kesimpulan dari sebuah informasi yang tak utuh, apalagi sudah diedit, sangat mungkin akan berujung pada kesalahan atau bahkan fitnah dan penistaan. Ada indikasi kesimpulan Deddy telah ikut tergiring ke ranah kesalahan itu. Atau, dengan kata lain, kesimpulan itu cacat logika karena ketidak-cukupan (unsufficient) dan ketak-jujuran (invalidity) informasi.

Kedua, Deddy telah mencabut klip video (peristiwa) dari konteks spesifiknya yaitu kultur Tibet dan, lebih spesifik lagi, sub-kultur entitas Buddha Tantrayana Gelug. 

Lalu untuk kepentingan tafsir atau penilaiannya sendiri, informasi peristiwa yang telah diedit itu diletakkannya dalam konteks kultur luas (dunia) yaitu nilai-nilai anti-pelecehan seksual yang "diterima secara luas" oleh bangsa-bangsa. Sambil melupakan fakta nilai-nilai anti-pelecehan seksual itu berakar pada kultur barat modern.

Tafsir Deddy atas tindakan Dalai Lama dengan demikian sebenarnya  telah bias kultur barat yang kemudian diklaim sebagai kultur dunia. Ketika konteks besar (dunia) digunakan untuk menilai konteks kecil (entitas Budha Tantrayana Gelug), maka yang terjadi adalah "kekalahan" (baca: kesalahan) pada konteks kecil. Ini lazim disebut sebagai cacat logika tipe tirani (pendapat) mayoritas (appeal to popularity ataupun bandwagon).

Secara keseluruhan, dalam khasanah metode analisis, catat logika pada kesimpulan Deddy itu dijenal sebagai cacat etnosentrisme. Menganggap tindakan orang lain buruk karena tak sesuai dengan nilai-nilai yang kuanut -- entah itu nilai-nilai kelompokku atau masyarakat luas.

Cacat etnosentrisme semacam itu, karena menyimpulkan secara bias nilai budaya, jelas mengandung bahaya yang  merugikan pihak yang dinilai.  Dalam kaitan eksistensi Dalai Lama dan Buddha Tantrayana Gelug, setidaknya dapat terjadi kerugian berikut.

Pertama, mendiskreditkan, menistakan, atau bahkan kriminalisasi sosok Dalai Lama selaku pemimpin spritual Buddha yang kharismatik, humanis, dan dihormati dunia. Jika hal itu bukan sebuah kebenaran, maka menyimpulkan Dalai Lama sebagai pelaku pelecehan seksual, pedofilia, dan immoral adalah perbuatan keji, jahat, dan immoral.  

Hal keji semacam itu hanya mungkin dilakukan pihak yang memusuhi dan ingin menjatuhkan pamor Dalai Lama. Pemerintah Cina mungkin bisa menjadi pihak yang tega melakukan itu, mengingat kerasnya perlawanan Dalai Lama dari pengasingan terhadap pendudukan Cina atas Tibet.

Kedua, mendiskreditkan Buddha Tantrayana Gelug sebagai mazhab Buddha yang permisif terhadap tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh para rahib atau pimpinan spritualnya. 

Dikatakan begitu karena peristiwa Dalai Lama memeluk, cium sentuh-bibir, dan saling unjuk-lidah itu terjadi di ruang umum, dalam sebuah pertemuan resmi, ketika Dalai Lama memberi wejangan kepada lulusan  Yayasan M3M India.

Bayangkan kerusakan yang akan dialami Dalai Lama dan Buddha Tantrayana Gelug Tibet jika kesimpulan "Dalai Lama pelaku pelecehan seksual di lingkungan umat" diterima sebagai kebenaran.

Pertimbangkan Motif Subyektif para Pelaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun