Pengungkapan fakta hidup mewah ASN itu sejauh ini masih dilakukan netizen lewat medsos. Setelah viral barulah instansi tempat kerja ASN Â itu dan KPK bereaksi atau mengambil tindakan.
Kedua, Â netizen kita gampang terdistraksi, beralih perhatian pada peristiwa baru yang mungkin lebih menarik, walau tak penting-penting amat. Mungkin gelaran pengadilan Mario masih akan disoroti. Tapi unggahan pamer kemewahan ASN dengan cepat akan dilupakan.Â
Dua faktor itu, pemerintah yang tak serius dan netizen yang angin-anginan, akan membuat "Efek Mario" cepat memudar. Pemerintah dan netizen sama-sama tak bisa diandalkan.
Seandainya pemerintah serius, saya pikir ada dua langkah yang mestinya dapat dilakukan.
Pertama, menjadikan LHKPN sebagai dokumen aktif, bukan dokumen pasif yang hanya dibuka saat pejabat yang bersangkutan terindikasi korupsi.Â
Jika menjadi dokumen aktif, maka LHKPN harus diklarifikasi setiap seorang ASN/Staf BUMN mulai dan selesai menduduki jabatan tertentu.Â
Kedua, mengeluarkan instansi inspektorat jenderal dari semua kementerian dan mengintegrasikannya menjadi satu Badan Inspektorat Nasional. Â Ini kurang lebih seperti integrasi perusahaan negara ke dalam Kementerian BUMN atau lembaga riset kementerian ke dalam BRIN.
Integrasi semacam itu dimaksudkan untuk mencegah konflik kepentingan. Inspektorat akan terbebas dari pengaruh atasan dan sejawatnya dalam pengungkapan pelanggaran keuangan oleh pegawai.
Salah satu fungsi yang bisa dilekatkan pada Badan Inspektorat Nasional adalah audit investigasi atas LHKPN pejabat-pejabat negara.Â
Tanpa langkah yang sistemik seperti itu, maka penindakan oleh pemerintah pada pejabat negara yang gemar pamer kemewahan, sebagai indikasi korupsi, hanya akan menjadi reaksi "hangat-hangat tahi ayam". Â Habis "hangat"-nya tinggallah "bau"-nya.Â
Kalau sudah tinggal "bau"-nya saja, ya, semua pihak akan menghindar, bukan? (eFTe)