Nah, ini perlu sedikit penjelasan.
Hari Sabtu itu adalah hari onan, pasar besar, di Tigaraja, Parapat. Itulah hari transaksi besar, pertukaran antara hasil bumi dari kampung-kampung sekitar Tigaraja dengan hasil industri dari Sumatera Timur. Pada hari itu misalnya beras dijual untuk membeli ikan asin, gula, garam, minyak kelapa, tembakau, dan lain-lain.
Kampungku termasuk salah satu yang orientasi pasarnya ke Onan Tigaraja. Karena itu setiap hari Sabtu, warga kampungku -- terutama kaum ibu dan gadis -- maronan ke sana.
Jadi petani di kampungku membagi hari dalam seminggu untuk tiga kegiatan utama sebagai berikut:
- Mangula (bekerja): Senin sampai Jumat, kerja fi sawah dan atau ladang/kebun;
- Maronan (ke pasar): setiap hari Sabtu ke Onan Tigaraja; umumnya perempuan yang pergi maronan, sementara kaum laki (bapak-bapak) istirahat di kedai kopi;
- Marminggu (ke gereja): setiap hari Minggu, memuliakan Tuhan pada "Hari Libur Tuhan" di gereja.
Begitulah pola kegiatan mingguan warga tani di kampungku sejak mereka mengenal hari Minggu, atau penanggalan Masehi. Sebelumnya orang Batak menggunakan, parhalaan, Â penanggalan, Batak yang tak mengenal hari Minggu.
Zending Protestan, lalu Penjajah Belanda, dan kemudian Missi Katoliklah yang memperkenalkan kalender Masehi kepada orang Batak. Seiring berjalannya kristenisasi dan kolonisasi di Tanah Batak.
Jadi pola kegiatan mingguan "mangula - maronan - marminggu" itu jelas adalah pola kegiatan Batak Kristiani. Bukan pola kegiata Batak Parmalim, penganut Ugamo Malim asli Batak, yang waktu ibadahnya hari Sabtu -- disebut Marari Sabtu.
Dengan pola kegiatan semacam itu, warga tani di kampungku selalu berusaha merampungkan pekerjaan di sawah atau ladang pada hari Jumat. Sebab kalau tak tuntas, nanti menjadi beban pikiran di hari Sabtu dan Minggu. Liburan menjadi tak nyaman.
Secara sosial memang tak mungkin juga bekerja di hari Sabtu. Hal itu dianggap sebagai menyimpang. Pasti akan menjadi bahan gunjinga orang sekampung.
Lantas, apa yang dapat dikatakan terkait pola kegiatan mingguan warga tani di kampungku?
Pertama, warga tani di kampungku lebih maju dari warga kota umumnya. Mereka sudah sejak lama bekerja hanya lima hari dalam seminggu.