Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sekolah Pukul Lima Pagi dan Etos Kerja Orang NTT

8 Maret 2023   16:16 Diperbarui: 10 Maret 2023   13:01 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang petani di Desa Manusak, Kabupaten Kupang, NTT, menanam jagung, di lahan gersang. Butuh etos ketja tinggi menjalaninya (Foto: kompas.com/Gransisku Pati Herin).

Saya harus katakan, itu tak benar.

Suatu studi khusus tentang etos kerja orang NTT sudah pernah dilakukan Prof. Mubyarto dan kawan-kawan, satu tim riset dari UGM, tahun 1991.  Riset tersebut merujuk pada konsepsietos kerja menurut  Weber.  Laporan hasil riset itu diterbitkan dengan judul  Etos Kerja dan Kohesi Sosial Masyarakat Sumba, Rote, Sabu dan Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur (Yogyakarta: P3PK-UGM, 1991).

Riset Prof. Mubyarto dan kawan-kawan menyimpulkan etos kerja orang NTT, sebagaimana terungkap pada empat kasus etnis itu (Sumba, Rote, Sabu, Timor) tergolong tinggi. Kendati  ada indikasi etos kerja orang Sabu dan Rote sedikit lebih tinndi dibanding orang Sumba dan Timor.

Etos kerja, dalam arti nilai dasar yang menjadi  semangat kerja, orang NTT dibentuk oleh tiga kekuatan yaitu adat (termasuk agama asli),  agama Kristiani, dan negara (pemerintah).  Antara ketiganya dapat terjadi sinergi, tapi bisa juga konflik.

Adat, agama, dan negara telah menanamkan nilai kerja keras pada orang NTT.  Hal itu berangkat dari fakta karunia sumberdaya tanah, air, dan iklim yang mereka dapatkan sangat terbatas.  Tanah gersang, air terbatas, dan iklim kering yang panjang. 

Adat orang NTT, semisal religi Marapu (Sumba), menekankan manusia NTT harus kerja keras untuk menghidupi keluarga dan bersyukur (menghormati) leluhur.  

Kata orang Sumba tentang kerja keras, "ka ningu palumungu wangu palumungu, ka ningu panggumangu wangu panggumanu" -- agar ada untuk melayani yang harus dilayani dan agar ada untuk mengabdi yang diabdi.

Jika ada warga yang tidak kerja keras, sesuai langgam setempat, maka dia dapat saja kena sanksi adat.  Hal itu misalnya diterapkan orang Rote dalam bentuk sanksi lalaa, komunitas tani sehamparan dalam masyarakat Rote.

Orang Timor menerjemahkan kerja keras itu sebagai "tidak ada waktu tanpa kerja".  Hal itu mengingat miskinnya sumberdaya alam Timor.  Sehingga tidak ada jalan lain untuk hidup, kecuali kerja tak kenal waktu.

Orang Sabu percaya, sekalipun alamnya keras, tapi jika ada ikhtiar kerja keras, maka alam semisal pohon lontar akan memberi cukup makanan.  Karena itu dalam bahasa Sabu tidak ada kosa kata "lapar" dan "kelaparan".

Gejala serupa juga ditemukan Prof. Sajogyo dan tim risetnya di Ende.  Saya termasuk anggota tim yang meriset orang Ende.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun