Saya sudah berikan contoh dalam kisah di awal. Sekolahku menetapkan  aturan masuk sekolah pukul 07.00 pagi dan keluar pukul 12.00 siang. Itu mempertimbangkan fakta anak-anak sekolah itu harus membantu orangtuanya bekerja pagi dan sore hari. Kalau kepentingan itu terganggu, orangtua akan melarang anaknya sekolah.
Hidup anak-anak itu bukan untuk sekolah saja. Terutama di pedesaan. Mereka juga harus membantu orangtua kerja. Pagi-pagi buta dan sore bahkan sampai malam.
Begitu cara mereka membangun disiplin dan etos kerja. Jadi gak usahlah Pak Gubernur bicara soal pembentukan etos kerja. Seolah-olah NTT itu miskin karena warganya gak punya etos kerja.Â
Lagian aneh. Dunia pendidikan kita sedang memperjuangkan prinsip-prinsip Merdeka Belajar, eh, Pak Gubernur NTT sibuk mau merampas kemerdekaan belajar dari murid dan guru. Â
Salah satu prinsip Merdeka Belajar itu kan penyesuaian materi dan waktu belajar dengan konteks sosial setempat. Antara lain sesuai minat dan kepentingan murid dan orangtuanya.
Pertanyaannya, apakah masuk sekolah pukul 05.00 itu sudah benar sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan belajar murid-murid di NTT?
Kalau tidak, berarti itu kebijakan yang otoriter dan tak berkeadilan -- sebab Pak Gubernur gak ikutan masuk kantor pukul 05.00 pagi. Â
Itulah kesimpulanya. Silahkan bantah! (eFTe)
Â
Â
Â