Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Penggerak Itu Berat, Kamu Gak Akan Kuat

21 Januari 2023   05:47 Diperbarui: 21 Januari 2023   20:00 2686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru mengajar (Foto: experd.com via siedoo.com)

"Guru Penggerak adalah kelompok strategis untuk transformasi pendidikan Indonesia."

Heboh. Rekan-rekan guru TK sampai SMA sedang terbelah. 

Kok bisa, sih? Kan belum Pilpres 2024.

Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Itu pangkal soalnya. Program yang diluncurkan Kemendikbudristek sejak 2020 itu memicu pro-kontra di kalangan guru.

Guru kelompok kontra bilang: "Jangan ikut program pendidikan Guru Penggerak."

Alasannya, program itu tak guna. Guru Penggerak cuma sibuk main komputer dan pamer aplikasi ajar saja. Saat ikut pendidikan, sering pula bolos mengajar. Bikin repot guru lain.  

Guru kelompok pro membalas: "Ikutlah program Guru Penggerak."

Alasannya, program itu sangat bermanfaat. Mendukung  sukses implementasi paradigma "merdeka belajar".  Guru jadi lebih inovatif, murid lebih kreatif dan mandiri, dan sekolah lebih maju.

Pertanyaan. Kok bisa sih program PGP menimbulkan polarisasi guru?

Bisa saja. Kalau sosialisasi program itu kurang intensif. Sehingga sebagian guru tak paham, atau bahkan salah paham, lalu bersikap resisten.

Ada satu kemungkinan kesalah-pahaman terhadap PGP: elitis.

Benarkah begitu?

***

Sebentar dulu.

Perlu kesepahaman dulu tentang PGP. Tentang dasar, target, dan aturannya.

Dasarnya begini. Sejak paradigma merdeka belajar diluncurkan, ada satu pertanyaan skeptis.

Apakah kualifikasi guru-guru kita sudah memenuhi standar untuk implementasi paradigma itu?

Jawabannya: Belum!

Nah, program PGP itulah solusinya. Targetnya untuk membentuk guru dengan kualifikasi pemimpin pembelajaran yang berpusat pada murid (student first). 

Sekaligus , guru penggerak itu diproyeksikan menjadi agen transformasi model ekosistem pendididikan, dari kerja (searah) ke komunikasi (dua-arah).  

Guru penggerak itulah yang, setidaknya secara formal, memenuhi standar kualifikasi untuk implementasi paradigma merdeka belajar. 

Lewat PGP selama 6 bulan, dengan keharusan mencerna isi 4 modul substantif, para guru penggerak ditargetkan mencapai penguatan kualifikasi berikut ini:

  • Progresif: kemampuan pengembangan diri dan rekan guru secara mandiri.
  • Maturatif: kemampuan membangun kematangan moral, emosi dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik;
  • Inovatif: kemampuan kreatif dalam manajemen pembelajaran yang berpusat pada murid dengan melibatkan orangtua;
  • Kolaboratif: kemampuan kerjasama dengan orangtua dan komunitas untuk pengembangan mutu sekolah dan kepemimpinan murid
  • Inisiatif: kemampuan memimpin pewujudan visi sekolah yang berpihak pada murid sesuai kebutuhan komunitas sekitar.

Setelah lulus PGP, para guru penggerak itu akan menjalankan peran-peran pemimpin pembelajaran berikut:

  • Penggerak komunitas belajar untuk rekan guru;
  • Pengajar praktik pembelajaran bagi rekan guru;
  • Pendorong kepemimpinan murid;
  • Pemimpin diskusi dan kolaborasi pembelajaran antar guru;

Kalau menimbang peran tersebut, sejatinya menjadi guru penggerak itu berat. Sangat berat. 

Kamu tidak akan kuat menjalaninya. Jika tak didasari idealisme yang kuat.  Demi kemajuan pendidikan, sekolah, dan pelajar.

"Jalan Guru Penggerak" itu sudah berat sejak dari proses seleksi dan pendidikan yang mempersyaratkan kemandirian dan motivasi tinggi. Sampai ke proses pelaksanaan peran-peran guru penggerak yang mengandaikan determinasi tinggi.

Memang harus begitu. Sebab di pundak guru penggerak dibebankan tiga sukses ini: 

  • Implementasi paradigma merdeka belajar;
  • Transformasi ekosistem pendidikan dari kerja ke komunikasi;
  • Pembentukan profil pelajar Pancasila (beriman, kreatif, gotong-royong, kebinekaan, bernalar, mandiri).

Sukses terakhir ini, profil pelajar Pancasila, adalah salah satu tujuan Pemerintah Negara Indonesia merdeka: mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan yang sampai hari ini belum tercapai.

Berat, kan menjadi guru penggerak itu. Kalau gak kuat, jangan coba-coba. Jadi guru kok coba-coba.

***

Karena guru penggerak harus mengemban beban tanggung-jawab berat, wajarlah kalau mereka guru pilihan.

Proses seleksinya saja sampai dua tahap. Pertama penilaian CV dan esai. Lalu, kedua, simulasi mengajar dan wawancara. 

Kalau lolos, baru bisa ikut PGP 6 bulan. Tak ringan pula ini. Komposisinya: 70% aktivitas mandiri di sekolah, 20% interaksi dengan sesama guru, dan 10% pelatihan.

Target jumlah guru penggerak yang diharapkan adalah 20% dari total 3.31 juta jumlah guru Indonesia saat ini (2022/23). Atau 662.000 orang guru. Target 2024 adalah 405.000 orang (12..24%).

Angka 20% itu angka critical mass menurut Mas Menteri Nadiem. Maksudnya, diperlukan minimal guru penggerak 20% dari total guru untuk membawa pendidikan indonesia ke level "kelas dunia".

Apakah dengan begitu Mas Menteri sedang membentuk minoritas guru elite di lingkungan pendidikan?

Pertanyaan itu penting. Karena ada anggapan macam itu. Sebagian guru penggerak juga merasa seperti itu. Merasa istimewa. Punya previlise menuju kepsek dan PS.

Anggapan elitisme guru penggerak semacam itu menimbulkan kecemburuan sosial. Lalu muncullah suara-suara resisten terhadap PGP.

Sebenarnya bukan begitu. PGP tak membentuk kelompok guru elite. Tapi semacam "kelompok strategis" dalam konsepsi sosiolog Hans Dieter-Evers. 

Dengan "kelompok strategis" dimaksudkan adalah suatu kelompok sosial yang, dengan kualifikasi/kualitas sosial tertentu pada dirinya,  memiliki kekuatan/pengaruh untuk memimpin perubahan menuju keadaan atau tingkatan sosial tertentu.

Guru penggerak adalah kelompok strategis Indonesia yang memiliki kualifikasi sebagai pemimpin pembelajaran dan pendorong transformasi pendidikan nasional.

Baru kali ini, saya pikir, setelah "kelompok strategis guru Inpres" di masa Orde Baru, muncul lagi inisiatif pemerintah membentuk kelompok strategis pendidikan. 

Program PGP, karena itu, sangat pantas dan harus didukung, jika kita setia pada cita-cita "mencerdaskan kehidupan bangsa", melalui pembentukan pendidikan berparadigma "merdeka belajar", yang akan melahirkan profil pelajar Pancasila.

Para Guru Penggerak, kuatlah! Semangatlah! 

Demi kemajuan pendidikan, sekolah, dan pelajar. Bukan demi jabatan. (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun