Kalau lolos, baru bisa ikut PGP 6 bulan. Tak ringan pula ini. Komposisinya: 70% aktivitas mandiri di sekolah, 20% interaksi dengan sesama guru, dan 10% pelatihan.
Target jumlah guru penggerak yang diharapkan adalah 20% dari total 3.31 juta jumlah guru Indonesia saat ini (2022/23). Atau 662.000 orang guru. Target 2024 adalah 405.000 orang (12..24%).
Angka 20% itu angka critical mass menurut Mas Menteri Nadiem. Maksudnya, diperlukan minimal guru penggerak 20% dari total guru untuk membawa pendidikan indonesia ke level "kelas dunia".
Apakah dengan begitu Mas Menteri sedang membentuk minoritas guru elite di lingkungan pendidikan?
Pertanyaan itu penting. Karena ada anggapan macam itu. Sebagian guru penggerak juga merasa seperti itu. Merasa istimewa. Punya previlise menuju kepsek dan PS.
Anggapan elitisme guru penggerak semacam itu menimbulkan kecemburuan sosial. Lalu muncullah suara-suara resisten terhadap PGP.
Sebenarnya bukan begitu. PGP tak membentuk kelompok guru elite. Tapi semacam "kelompok strategis" dalam konsepsi sosiolog Hans Dieter-Evers.Â
Dengan "kelompok strategis" dimaksudkan adalah suatu kelompok sosial yang, dengan kualifikasi/kualitas sosial tertentu pada dirinya, Â memiliki kekuatan/pengaruh untuk memimpin perubahan menuju keadaan atau tingkatan sosial tertentu.
Guru penggerak adalah kelompok strategis Indonesia yang memiliki kualifikasi sebagai pemimpin pembelajaran dan pendorong transformasi pendidikan nasional.
Baru kali ini, saya pikir, setelah "kelompok strategis guru Inpres" di masa Orde Baru, muncul lagi inisiatif pemerintah membentuk kelompok strategis pendidikan.Â
Program PGP, karena itu, sangat pantas dan harus didukung, jika kita setia pada cita-cita "mencerdaskan kehidupan bangsa", melalui pembentukan pendidikan berparadigma "merdeka belajar", yang akan melahirkan profil pelajar Pancasila.