"Bahaya. Belalang sembah betina makan jantannya. Mau kau begitu?" bisik kakek Poltak sambil melirik nenek Poltak yang pura-pura tuli.
"Bah. Tak maulah, Ompung." Poltak bergidik. Â
"Poltak." Suara Berta membuyarkan lamunan Poltak.
"Kenapa, pariban."
"Betulkah bulan itu tempat pertemuan dua pasang mata?"
Hal itu ditanyakan Berta, sebab tahun depan dia pasti berpisah dengan Poltak. Poltak akan pergi ke Siantar, melanjut ke seminari, sekolah calon pastor.
Berta sendiri dan keluarga akan pindah ke Pangururan. Dia dan Poltak akan terpisah jauh oleh gunung dan danau.
Berta teringat pula satu larik lagu Batak lama. "Bulan i, bulan i, pardomuan ni simalolong." Bulan itu, bulan itu, tempat mata bertemu pandang.Â
Mata orang-orang saling merindu.
"Bukan dua pasang mata saja, Berta. Tapi jutaan."
Berta melotot pada Poltak. Bukan itu jawaban yang didambanya.