"Aku titiplah toktok ripe dari kami, keluarga Ompu Poltak. Sampaikanlah dengan baik kepada keluarga di sana."Â
Nenek Poltak menyampaikan sejumlah uang kepada Ama Riris.Â
"Nauli. Kusampaikan pun nanti. Mauliate godang, Namboru."
"Nauli. Horaslah amang di perjalanan besok. Horas pula semua kerabat di sana."
Setelah itu, pembicaraan berlanjut ke rencana Ama Rumiris sekeluarga pindah ke Pangururan, Samosir. Katanya, mereka diminta menjaga mertua Ama Rumiris yang sdah sakit-sakitan di sana.
Lulu beralih ke  isu-isu keseharian. Tentang hasil panen padi, kopi, kerbau, ternak babi, harga gulamo-- ikan asin di Tigaraja, obat rematik, dan seribu tetek-bengek lain.Â
Semua itu tak menarik bagi Berta dan Poltak. Bukan urusan mereka hari ini.
Terang bulan di luar rumah jauh lebih menarik. Bahkan terlalu menarik. Setidaknya untuk Berta dan Poltak.
"Berta. Ayo lihat bulan," ajak Poltak.
"Eh, Berta, pergi sana temani paribanmu," sambar Nai Rumiris, sebelum Berta sempat menjawab.
Berta dan Poltak menjadi dua ekor laron. Mereka setengah berlari ke pintu depan rumah. Lalu turun ke halaman.