Tapi sadarkah kita? Ketika kita menghujat Timnas Indonesia, sesungguhnya kita sedang menghujat bangsa sendiri.
Tahu bangsa? Itu imagined community, komunitas terbayang menurut konsepsi Ben Anderson.
Bangsa Indonesia. Sebuah imajinasi politik. Suatu realitas yang hidup sejauh kita bayangkan.
Imajinasi yang teramati sebagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang dinyatakan sebagai representasi bangsa.
Timnas Indonesia itu adalah non-pemerintah yang menjadi representasi bangsa. Mereka berjuang di bawah panji-panji bangsa. Indonesia Raya, Merah Putih, dan Garuda Pancasila.
Jadi ketika kita bilang "Timnas Indonesia buruk", kita sedang bilang bangsa ini, kita sendiri, buruk.
Hanya saja, karena rata-rata IQ bangsa ini konon 78.49 (2022), maka dipikir Timnas itu sendirilah -- kita pikir dia entitas liyan -- yang buruk. Â
Kita lebih suka meremukkan cermin saat dia memantulkan wajah buruk kita. Kita malas berpikir lebih jauh. Pikiran kita hanya sejauh jangkauan pancaindera. Juga kesadaran kita.
Sangat jarang kita berpikir tentang kelemahan bangsa sebagai sistem. Padahal di situlah letak perkara.
PSSI dan Menpora sebagai representasi bangsa -- dan negara dalam arti kuasa politik -- gagal merumuskan suatu grand strategy, strategi besar sepakbola nasional.
Jepang boleh dirujuk untuk strategi besar semacam itu. "Visi 100 Tahun Sepakbola Jepang 1992-2092". Â Dua target Jepang tahun 2092: punya 100 klub profesional dan Juara Piala Dunia.