Kasih dan damai. Itu dua kata kunci makna Natal bagi umat Kristiani.Â
Makna Natal itu sederhana dan, karena itu, indah. Yesus lahir sebagai wujud kasih dan, atas dasar itu, untuk mewujudkan damai di bumi.Â
Dengan demikian momen Natal adalah momen kasih dan damai. Itu sebabnya pada saat Natal, pihak-pihak yang berperang, sekalipun ateis, sepakat gencatan senjata. Tak ada peluru untuk musuh.
Juga berhenti bertindak jahat. Â Semacam bom bunuh diri di gereja, larangan merayakan Natal, gangguan terhadap peribadatan, dan ujaran-ujaran permusuhan. Â Haram hukumnya saat Natal. Â
Natal itu kasih dan damai. Â Sesimpel itulah.
Dalam konteks itu pulalah kunjungan Presiden Jokowi ke Gereja Katedral Bogor pada momen Natal hari Minggu 25 Desember 2022 lalu mesti dipahami.Â
Istana, Balaikota, dan Katedral itu bertetangga dekat. Satu terlihat dari lainnya. Jarak antara ketiganya satu sama lain tak sampai sepenghisapan rokok.
Presiden Jokowi tahu pada Minggu pagi itu umat Katolik sedang beribadah Natal di Gereja Katedral. Â Sebagai Presiden wajarlah dia mengunjungi rakyatnya untuk mengucapkan selamat Natal.Â
Jokowi sekalian mengajak Walikota Bima Arya, tetangganya, ikut serta ke Katedral. Umat Katolik Katedral itu kan warga Bima Arya juga.
Maka terjadilah momen kasih dan damai itu. Disambut gempita umat, Jokowi memasuki Katedral Bogor, dan menyampaikan ucapan Selamat Natal. Â
Para pastor dan umat Katedral merasa bahagia. Â Mereka bergembira dan bersyukur. Sepanjang sejarah, itulah untuk pertama kalinya seorang Presiden Indonesia mengunjungi umat Katolik di Katedral Bogor.
Sampai di situ tak ada masalah.Â
***
Tapi lewat dari situ ada masalah.
Rupanya ada seseorang yang tak bahagia melihat umat Katolik senang. Â Namanya Natalius Pigai. Â Dia mantan komisioner Komnas HAM 2012-2017, terkenal rajin mengritik Presiden Jokowi.
Lewat akun twitternya, tanggal 27 Desember 2022 Pigai mencuitkan sebuah kecaman untuk Presiden Jokowi. Â Begini katanya.
"Sebagai orang Katolik saya mengecam Presiden Jokowi. Datang saat perayaan Ekaristi Maha Kudus di Altar Kudus. Bagaimanapun Jokowi orang Islam tidak elok masuk gereja saat Misa kecuali jika di halaman Gereja. Anda bukan Tuhan Allah. Ini Rumah ALLAH yang KUDUS!"
Eh busyet! Â Pigai galak banget, ya.
Sepintas kecaman Pigai terkesan heroik. Membela Katolik. Â Keren, kan? Â Tapi benarkah begitu? Â Tidak!
Ujaran Pigai itu sesat logika. Â Karena itu menggelikan. Â Sehingga lebih tepat disebut dagelan. Â Tapi dagelan dangkal. Â Bikin ngakak sambil ngelus dada.
Saya akan tunjukkan  satu per satu bagian-bagian yang bikin tertawa sambil mengelus dada.
"Sebagai orang Katolik saya mengecam Presiden Jokowi."
Predikat Katolik itu bukan justifikasi untuk mengecam orang lain.  Menjadi Katolik itu berarti penuh kasih dan  damai.  Pantang melemparkan batu, tapi pisang.Â
Karena itu frasa yang keluar dari mulut seorang Katolik mestinya "saya mengasihi" atau "saya mengampuni". Â Bukan "saya mengecam".
Apalagi mengecam Presiden Jokowi. Â Itu namanya Pigai mengkapitalisasi agama (Katolik) Â sebagai modal politik untuk menyudutkan presiden. Â Nah, itu politik identitas, bukan? Â
"Datang saat perayaan Ekaristi Maha Kudus di Altar Kudus."
Itu pernyataan tanpa dasar fakta.Â
Pigai miskin informasi, atau gagal menafsir data (video). Â Jokowi masuk ke dalam Katedral dipandu Pastor Yohanes Suparto, Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Bogor, Â setelah menunggu 15 menit di luar. Â Jokowi menunggu hingga Misa Natal usai.Â
Fakta-fakta dalam video  menandakan Misa sudah selesai.  Pastor yang mengumumkan kedatangan Jokowi, tadinya memimpin Misa, tidak lagi mengenakan kasula, stola, dan amik.  Hanya mengenakan alba (pakaian putih) dan single (tali pinggang).  Altar sudah kosong dari perlengkapan Misa, seperti piala anggur dan piala hosti.  Panti imam, sekitar altar, sudah kosong dari para misdinar dan prodiakon.
Dengan fakta-fakta tersebut, seseorang yang mengaku Katolik mestinya segera tahu bahwa Jokowi masuk ke dalam Katedral setelah Perayaan Ekaristi Kudus selesai.
"Bagaimanapun Jokowi orang Islam tidak elok masuk gereja saat Misa kecuali jika di halaman Gereja."
Bukan hanya orang Islam, bahkan orang Katolik sendiripun sebenarnya tak elok masuk ke dalam gereja jika Perayaan Ekaristi sedang berlangsung. Â Itu mengganggu kekhusukan Ekaristi. Â
Itu sebabnya ada Gereja Katolik yang langsung menutup pintu saat Perayaan Ekaristi sudah dimulai. Â Jika ada yang terlambat, silahkan mengikuti perayaaan dari luar.Â
Tapi tentu saja terkadang ada semacam diskresi. Â Jika seorang pejabat negara karena tugas atau kewajibannya datang ke gereja saat Perayaan Ekaristi, maka sebagai bentuk penghormatan, pastor yang memimpin Misa dapat saja memberikan sedikit waktu yang "layak" bagi pejabat itu berbicara. Â Misalnya setelah homili (kotbah), atau setelah penerimaan Komuni Suci.Â
Intinya, seseorang yang datang ke dalam gereja dengan maksud kasih dan damai layak dipersilahkan masuk.
Tapi jika seseorang datang dengan motif kebencian dan permusuhan, semisal teroris atau perusuh, maka wajib ditolak. Â Bahkan harus ditangkap dan diserahkan kepada pihak yang berwajib.
Dengan menyebut predikat Islam, sadar atau tidak, Pigai sebenarnya sedang membenturkan Islam dan Katolik. Â Seolah-olah orang Islam itu tidak layak masuk ke gereja. Â Atau gereja itu tak layak dimasuki orang Islam.
Tidak ada yang tak layak sepanjang motifnya kasih dan damai.
"Anda bukan Tuhan Allah. Ini Rumah ALLAH yang KUDUS!"
Speechless sebenarnya membaca kalimat ini. Hanya karena Anda bukan Tuhan Allah, maka tidak boleh masuk Rumah Allah Yang Kudus?
Lha, gereja atau Rumah Allah Yang Kudus itu dibangun untuk dimasuki siapa? Â Bukan untuk dimasuki Tuhan Allah, bukan? Â Sebab Tuhan Allah dipercaya sudah bersemayam di situ tanpa perlu masuk.
Semua gereja Katolik dibangun sebagai sarana untuk memuliakan Tuhan Allah. Â Jadi sudah pasti yang masuk ke dalamnya adalah manusia, umat Katolik. Â Juga umat non-Katolik yang membawa pesan kasih dan damai.
Anda tak perlu menjadi Tuhan Allah untuk bisa masuk ke dalam gereja Katolik.
***
Sekarang sudah jelas, bukan? Mengapa saya bilang kecaman Pigai itu dagelan dangkal, bikin ketawa sekaligus ngelus dada.
Ada lima kesesatan yang membuat kecaman Pigai bukan saja menggelikan, tapi juga irrelevan.
Pertama, status sebagai orang Katolik bukan justifikadi untuk mengecam orang lain. Tapi menjadi dasar untuk mengasihi dan berdamai dengan sesama.
Kedua, Jokowi masuk ke Katedral menemui umat Katolik setelah Ekaristi Kudus usai. Dengan demikian kecaman Pigai tak berdasar fakta sesungguhnya. Pigai hanya berasumsi bahwa Perayaan Ekaristi sedang berlangsung.
Ketiga, dasar utama bagi seseorang unntuk masuk ke dalam gereja bukan agamanya, tapi motifnya yaitu kasih dan damai.Â
Keempat, seseorang tak perlu harus menjadi Tuhan Allah dulu, baru boleh masuk ke dalam gereja. Syarat kelayakannya, datanglah dengan kasih dan damai.
Kelima, Jokowi masuk ke Katedral atas izin dari dan dipandu oleh Vikjen Keuskupan Bogor, sekaligus Pastor Kepala Paroki Katedral, Bogor. Jadi bila ada yang mesti dikecam terkait pwristiwa itu, maka kecaman semestinya ditujukan kepada Vikjen Keuskupan Bogor. Silahkan berdebat dengannya tentang norma-norma Perayaan Ekaristi Kudus. Â
Tapi saya pikir umat Katolik perlu juga berterimakasih kepada Natalius Pigai. Setidaknya karena menjadi eling bahwa kecaman atau ujaran Pigai itu bertentangan dengan iman Katolik.Â
Maka ampunilah dia sebab dia tidak mengerti apa yang telah dikatakannya.
Selamat Natal, umat Kristiani. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H