Tapi tentu saja terkadang ada semacam diskresi. Â Jika seorang pejabat negara karena tugas atau kewajibannya datang ke gereja saat Perayaan Ekaristi, maka sebagai bentuk penghormatan, pastor yang memimpin Misa dapat saja memberikan sedikit waktu yang "layak" bagi pejabat itu berbicara. Â Misalnya setelah homili (kotbah), atau setelah penerimaan Komuni Suci.Â
Intinya, seseorang yang datang ke dalam gereja dengan maksud kasih dan damai layak dipersilahkan masuk.
Tapi jika seseorang datang dengan motif kebencian dan permusuhan, semisal teroris atau perusuh, maka wajib ditolak. Â Bahkan harus ditangkap dan diserahkan kepada pihak yang berwajib.
Dengan menyebut predikat Islam, sadar atau tidak, Pigai sebenarnya sedang membenturkan Islam dan Katolik. Â Seolah-olah orang Islam itu tidak layak masuk ke gereja. Â Atau gereja itu tak layak dimasuki orang Islam.
Tidak ada yang tak layak sepanjang motifnya kasih dan damai.
"Anda bukan Tuhan Allah. Ini Rumah ALLAH yang KUDUS!"
Speechless sebenarnya membaca kalimat ini. Hanya karena Anda bukan Tuhan Allah, maka tidak boleh masuk Rumah Allah Yang Kudus?
Lha, gereja atau Rumah Allah Yang Kudus itu dibangun untuk dimasuki siapa? Â Bukan untuk dimasuki Tuhan Allah, bukan? Â Sebab Tuhan Allah dipercaya sudah bersemayam di situ tanpa perlu masuk.
Semua gereja Katolik dibangun sebagai sarana untuk memuliakan Tuhan Allah. Â Jadi sudah pasti yang masuk ke dalamnya adalah manusia, umat Katolik. Â Juga umat non-Katolik yang membawa pesan kasih dan damai.
Anda tak perlu menjadi Tuhan Allah untuk bisa masuk ke dalam gereja Katolik.
***