Sekarang sudah jelas, bukan? Mengapa saya bilang kecaman Pigai itu dagelan dangkal, bikin ketawa sekaligus ngelus dada.
Ada lima kesesatan yang membuat kecaman Pigai bukan saja menggelikan, tapi juga irrelevan.
Pertama, status sebagai orang Katolik bukan justifikadi untuk mengecam orang lain. Tapi menjadi dasar untuk mengasihi dan berdamai dengan sesama.
Kedua, Jokowi masuk ke Katedral menemui umat Katolik setelah Ekaristi Kudus usai. Dengan demikian kecaman Pigai tak berdasar fakta sesungguhnya. Pigai hanya berasumsi bahwa Perayaan Ekaristi sedang berlangsung.
Ketiga, dasar utama bagi seseorang unntuk masuk ke dalam gereja bukan agamanya, tapi motifnya yaitu kasih dan damai.Â
Keempat, seseorang tak perlu harus menjadi Tuhan Allah dulu, baru boleh masuk ke dalam gereja. Syarat kelayakannya, datanglah dengan kasih dan damai.
Kelima, Jokowi masuk ke Katedral atas izin dari dan dipandu oleh Vikjen Keuskupan Bogor, sekaligus Pastor Kepala Paroki Katedral, Bogor. Jadi bila ada yang mesti dikecam terkait pwristiwa itu, maka kecaman semestinya ditujukan kepada Vikjen Keuskupan Bogor. Silahkan berdebat dengannya tentang norma-norma Perayaan Ekaristi Kudus. Â
Tapi saya pikir umat Katolik perlu juga berterimakasih kepada Natalius Pigai. Setidaknya karena menjadi eling bahwa kecaman atau ujaran Pigai itu bertentangan dengan iman Katolik.Â
Maka ampunilah dia sebab dia tidak mengerti apa yang telah dikatakannya.
Selamat Natal, umat Kristiani. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H