Dalam kondisi kerinduan untuk bersatu kembali dengan Puang Matua, Sang Pencipta, datanglah Yesus Kristus ke Tana Toraja lewat karya Misi Katolik dan Zending Protestan. Yesus dipersepsikan sebagai To Manurun Baru, sekaligus Eran di Langi Baru, suatu "jalan lain" untuk bersatu kembali dengan Puang Matua, Tuhan Allah, di surga.Â
Yesuslah jalan, hidup, dan kebenaran. Melalui Dialah semua manusia Toraja, tanpa pandang golongan, dapat sampai ke rumah Allah.
Demikianlah, setelah pertemuan dengan Yesus Kristus yang lahir sebagai To Manurun Baru dalam rupa Kabar Gembira" (Injil), orang Toraja menemukan "jalan lain" untuk kembali ke rumah Tuhan di "Langit".Â
Arwah orang mati tidak tertahan lagi di Puya, tapi melalui Kristus sebagai Eran di Langi Baru, dapat bersatu kembali dengan Allah Sang Pencipta.Â
****
Menemukan dan menempuh "jalan lain" sebagai buah perjumpaan dengan Yesus yang lahir sebagai Juru Selamat (Mesias), bagaimanapun, Â adalah narasi besar pertobatan teologis. Dari sebelumnya tak mengenal Kristus, kemudian menjadi kenal dan percaya kepada-Nya dan, karena itu, hidupnya diselamatkan.
Untuk konteks dunia kini, Yesus Kristus dapat dipahami sebagai inspirasi, tanpa harus menjadi umat Kristiani. Dua contoh dapat diberikan di sini.
Pertama, pertobatan ekologis. Bencana alam, seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor, yang kini kerap melanda, terjadi karena manusia selalu kembali ke "jalan lama", yaitu eksploitasi sumberdaya alam melampaui batas resiliensi ekologis. Akibatnya pada titik tertentu, alam "merespon" tindakan manusia dalam bentuk bencana.
Agar bisa keluar dari  cekaman bencana alam, maka manysia perlu mengambil "jalan lain" dalam berinteraksi dengan alam. Itulah sebuah jalan baru, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berdasar kaidah-kaidah penghormatan dan pelestaruan alam.