Iramanya terdengar sebagai lantunan doa, sekaligus sebagai elek-elek hu boru, bujukan orangtua kepada putrinya. Itu mencerminkan nilai elek marboru, kasih kepada putri, dalam masyarakat Batak Toba.
Tagor Tampubolon, penggubah lagu itu, mampu menyampaikan dengan bagus gejala revolusi senyap kedudukan dan peran anak perempuan Batak memasuki abad melenium.Â
Anak perempuan Batak kini diam-diam telah menempati posisi setara dengan anak laki-laki, sebagai gantungan sosial-ekonomi bagi keluarga Batak. Bila ada keunggulan anak lelaki Batak yang masih tersisa, maka itu adalah peran sebagai penerus marga, sebagai konsekuensi sistem patrilineal.Â
Dengan adanya gejala kesetaraan semacam itu, maka sudah saatnya orang Batak meninjau-ulang hukum adat waris yang bersifat patriarkat. Bukan hanya anak laki-laki, tapi anak perempuan Batak juga kini semestinya punya hak waris atas aset orangtuanya. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H