Dominasi peran anak laki-laki Batak sebagai harapan sosial-ekonomi keluarga mulai diimbangi anak perempuan. Â Kesetaraan nilai gender perempuan dan laki-laki mulai terangkat ke permukaan.
Saya akan menunjukkan gejala kesetaraan gender itu dengan menganalisis lirik lagu-lagu Batak populer. Â Asumsinya, lagu-lagu Batak itu untuk sebagian memang merefleksikan gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat.
***
Tahun 1980-an sampai 1990-an, lirik lagu-lagu Batak populer lebih banyak berkisah tentang harapan pada anak lelaki ketimbang perempuan.Â
Anak laki-laki diposisikan sebagai harapan dan tumpuan sosial-ekonomi keluarga. Itu tercermin dari lirik sejumlah lagu Batak yang populer waktu itu. Bahkan menjadi semacam "lagu wajib" yang tetap dinyanyikan sampai hari ini.Â
Saya akan rujuk tiga lagu Batak populer yang paling menonjol di ujung abad ke-20.
Pertama, lagu Poda (Nasihat) karya musisi Tagor Tampubolon (1979) yang pertama kali dinyanyikan Eddy Silitonga.
Lagu itu pada intinya berisi poda, nasihat, dari orangtua kepada anak lelakinya yang pergi merantau. Diingatkan agar menjaga perilaku di rantau orang, sebagai kunci keberhasilan di perantauan.Â
Nasihat utama dalam lagu itu begini. "Ai amang do si jujung baringin di au amongmon.
Jala ho do silehon dalan di anggi ibotomi. Ipe ingot ma ho amang di akka podakki. Asa taruli ho di luat sihadaoan i."
Artinya, "Engkaulah anakku yang menjunjung kehormatan ayahmu ini. Engkau jugalah yang memberi jalan bagi adik-adikmu. Karena itu ingatlah semua nasihatku. Agar terberkati engkau di rantau jauh."
Intinya, anak kelaki (sulung) yang diberangkatkan ke rantau itu adalah harapab untuk menjadi tulang-punggung  sosial-ekonomi keluarga.